Sabtu, 19 November 2016

Sistem Hukum Eropa Kontinental



BAB II
PEMBAHASAN

A.      Sistem Hukum Eropa Kontinental
System hukum ini berkembang di Negara-negara Eropa daratan yang sering sebagai “Civil Law”. Sebenarnya semula berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di kekaisaran Romawi pada masa pemerintah Kaisar Justianus abad VI sebelum masehi. Peraturan-peraturan hukumnya merupakan kumpulan dari pelbagai faedah hukum yang ada sebelum masa justinianus yang kemudian disebut ”Corpus Juris Civilius”. Dalam perkembangannya, prinsip-prinsip hukum yang terdapat pada Corpus Juris Civilis itu dijadikan dasar perumusan dan kodifikasi hukum di Negara-negara Eropa daratan, seperti Jerman, Belanda, Prancis dan Italia, juga Amerika Latin dan Asia termasuk Indonesia pada masa penjajahan pemerintah Belanda.
Prinsip utama yang menjadi dasar system hukum Eropa Kontinental itu ialah “hukum memperoleh kekuatan mengikat, kerena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang berbentuk undang-undang dan tersusun secara sistematik di dalam kodifikasi atau kompilasi tertentu”. Prinsip dasar ini dianut mengingat bahwa nilai utama yang merupakan tujuan hukum adalah “kepastian hukum”. Kepastian hukum”. Kepastian hukum hanya dapat diwujudkan kalau tindakan-tindakan hukum manusia dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan-peraturan hukum yang tertulis. Dengan tujuan hukum itu dan berdasarkan system hukum yang dianut, hakim tidak dapat leluasa menciptakan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat umum. Hakim hanya berfungsi “menetapkan dan menafsirakan peraturan-peraturan dalam batas-batas wewenangnya”.[1]
Sejalan dengan pertumbuhan Negara-negara nasional di Eropa yang bertitik tolak kepada unsur kedaulatan ( sovereignty) nasional termasuk kedaulatan untuk menetapkan hukum, maka yang menjadi sumber hukum di dalam system hukum Eropa Kontinental adalah “Undang-undang.” Undang-undang itu dibentuk oleh pemegang kekuasaan legislative. Selain itu, diakui “peraturan-peraturan” yang dibuat pemegang kekuasaan eksekutif berdasarkan wewenang yang telah ditetapkan oleh undang-undang (peraturan-peraturan hukum administrasi Negara) dan “kebiasaan-kebiasaan” yang hidup dan diterima sebagai hukum oleh masyarakat selama tidak bertentangan dengan undang-undang.
Berdasarkan sumber hukum itu, maka system hukum Eropa Kontinental penggolongannya ada dua yaitu penggolongan ke dalam bidang “hukum public” dan “hukum privat”. Hukum public mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur kekuasaan dan wewenang penguasa/Negara serta hubungan-hubungan antara masyarakat dan Negara, termasuk dalam hukum public ini ialah :
a.       Hukum Tata Negara;
b.      Hukum Administrasi Negara;
c.       Hukum pidana.
Hukum privat mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan antara individu-individu dalam memenuhi kebutuhan hidup demi hidupnya. Yang termasuk dalam hukum privat ialah :
a.       Hukum Sipil; dan
b.      Hukum Dagang.
Sejalan dengan perkembangan perdaban manusia sekarang, batas-batas yang jelas antara hukum public dan hukum privat itu semakin sulit ditentukan. Hal itu disebabkan factor-faktor berikut.
a.       Terjadinya proses sosialisasi di dalam hukum sebagai akibat dari makin banyaknya bidang-bidang kehidupan masyarakat. Hal itu pada dasarnya memperlihatkan adanya unsur “kepentingan umum/masyarakat” yang perlu dilindungi dan dijamin. Misalnya saja bidang hukum perburuhan dan hukum agraria.
b.      Makin banyaknya ikut campur Negara di dalam bidang kehidupan yang sebelumnya hanya menyangkut hubungan perorangan. Misalnya saja bidang perdagangan, bidang perjanjian, dan sebagainya.




B.  Sistem Hukum Anglo Saxon (Anglo Amerika)
Sistem hukum Anglo Saxon, yang kemudian dikenal dengan sebutan “Anglo Amerika” ,mulai berkembang di Inggris pada abad XI yang sering disebut sebagai sistem “Common Law “ dan sistem “Unwritten Law “ (tidak tertulis).
Sistem hukum Anglo Amerika ini dalam perkembangannya melandasi pula hukum positifdi negara-negara Amerika utara, seperti Kanada dan beberapa negara Asia yang termasuk negara-negara persemakmuran Inggris dan Australia, selain di Amerika serikat sendiri[2].
Sumber hukum dalam sistem Anglo Amerika ialah “putusan-putusan hakim/pengadilan “ (Judicial decisions) “.Melalui putusan – putusan hakim yang mewujudkan kepastian hukum, maka prinsip- prinsip dan kaidah –kaidah hukum dibentuk dan menjadi kaidah yang mengikat umum .Disamping putusan hakim, maka kebiasaan –kebiasaan dan peraturan –peraturan tertulis undang –undang dan peraturan administrasi negara diakui, walaupun banyak landasan bagi terbentuknya kebiasaan dan peraturan tertulis itu berasal dari putusan –putusan di dalam pengadilan.Sumber –sumber hukum itu (putusan hakim , kebiasaan dan peraturan administrasi negara )tidak tersusun secara sistematik dalam hirarki tertentu seperti pada sistem hukum eropa Kontinental.Selain itu juga di dalam sistem Anglo Amerika adanya “ peranan” yang diberikan kepada seorang hakim berbeda dengan sistem hukum Eropa Kontinental. Hakim berfungsi tidak hanya sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan peraturan –peraturan hukum saja, melainkan peranannya sangat besar yaitu membentuk seluruh tatakehidupan masyarakat .Hakim mempunyai wewenang yang sangat luas untuk menafsirkan peraturan hukum yang berlaku dan menciptakan prinsip –prinsip hukum baru yang akan menjadi pegangan bagi hakim –hakim lain untuk memutuskan perkara yang sejenis.
Sistem hukum Anglo Amerika menganut suatu doktrin yang dikenal dengan nama “ the doctrine of precedent / stare Decisis “ yang pada hakikatnya menyatakan bahwa dalam memutuskan suatu perkara, seorang hakim harus mendasarkan putusannya kepada prinsip hukum yang sudah ada di dalam putusan hakim lain dari perkara sejenis sebelumnya ( preseden) .
Dalam perkembangannya, sistem hukum Anglo Amerika itu mengenal pula pembagian  “Hukum publik dan Hukum privat “.Pengertian yang diberikan kepada hukum publik hampir sama dengan pengertian yang diberikan oleh sistem hukum Eropa Kontinental .
 Sedangkan bagi sistem hukum privat pengertian yang diberikan oleh sisitem Anglo Amerikaagak berbeda dengan pengertian yang diberikan oleh sistem hukum Eropa Kontinental. Kalau didalam sistem hukum Eropa Kontinental “Hukum privatlebih dimaksudkan sebagai kaidah –kaidah hukum perdata dan kaidah hukum dagang yang dicantumkan dalam kondifikasi kedua hukum itu “ .Maka bagi sistem hukum Anglo Amerika pengertian “ hukum privat lebih ditujukan kepada kaidah- kaidah hukum tentang hak milik (law of property) ,hukum tentang orang ( law of persons) , hukum perjanjian (law of contract) dan hukum tentang perbuatan melawan hukum (law of torts) yang tersebar didalam peraturan – peraturan tertulis , putusan –putusan hakim dan hukum kebiasaan.

C.  SISTEM HUKUM ADAT
Suatu sistem merupakan  keseluruhan yang terangkai, yang mengcakup unsur-unsur, bagian-bagian, konsistensinya, kelengkapan dan konsepsi-konsepsi atau pengertian dasarnya. Apabila hal itu diterapkan terhadap hukum, maka yang dinamakan sistem hukum, mencakup hal-hal, sebagai berikut
a.       Didalam ilmu-ilmu hukum sudah menjadi konsesus yang pragmatis, bahwa unsur-unsur tertentu ( atau elemen-elemen tertentu), merupakan hukum,  sedangkan yang lain-lain tidak. Yang diangkap sebagai hukum adalah aturan-aturan hidup yang terjadi karena perenggang renggangan, keputusan-keputusan hakim atau yurisprudensi, dan kebiasaan [3]
b.      Bidang-bidang dari suatu sistem hukum, ditentukan atas dari dari berbagai macam kriteria, yang dihasilkan di khotomi-khotomi, sebagai berikut
1.      Ius konstitutum dan ius consitituendum,
2.      Hukum alam dan hukum positif
3.      Hukum impeatif dan hukum fakultatif
4.      Hukum substantif dan ajektif
5.      Hukum tertulis, hukum tercatat dan hukum tidak tertulis

c.       Konsestensi didalam suatu sistem hukum akan ada, apabila terjadi persesuaian atau keserasian antara:
1.      Suatu peraturan perundang undangan tentu dengan perundang-undangan lainnya
2.      Suatu peraturan perundang-undangan tentu dengan hukum kebiasaan
3.      Suatu peraturan perundang-undangan tentu dengan yurisprudensi
4.      Yurisprudensi dengan hukum kebiasaan
d.      Pengertian-pengertian dasar dari suatu sistem hukum, adalah sebagai berikut
1.      Subyek hukum
2.      Hak dan kewajiban
3.      Peristiwa hukum
4.      Hubungan hukum
5.      Obyek hukum
e.       Kelengkapan suatu sistem hukum, menyangkut unsur-unsur yang berpengaruhi terhadap penegakan hukum, yakni adanya hukum, penegak hukum, fasilitas dan warga masyarakat. Hukum adat merupakan bagian dari hukum secara menyeluruh, maka dapat dikatakan bahwa hukum adat merupakan suatu sistem.
Menurut soepomo Jika diselidiki adat-istiadat ini maka terdapatlah peraturan-peraturan yang bersangsi, yaitu kaidah-kaidah yang apabila dilanggar adaakibatnya dan mereka yang melanggardapat dituntut dan kemudian dihukum.
Dalam sistem hukum adat ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebagai berikut:
1.    PERILAKU MANUSIA
Salah satu unsur dari perilaku tersebut, adalah apa yang disebut sebagai gerak sosial, yang pada hakikatnya merupakan sistem yang mencakup suatu hirarki pengaturan.
Perihal perilaku manusia tersebut, secara analitis akan dapat dibedakan antara perilaku belaka dengan perilaku etis. Mengenai perilaku etis tersebut, dapat diadakan penjabaran, sebagai berikut
a.       Sikap tidak atau perikelakuan ajek, yang mencakup:
1)      Sikap tidak atau perikelakuan pribadi dalam bidang-bidang:
a)      Kepercayaan
b)      Kesusilaan
2)      Sikap tindak atau perikelakuan antara pribadi dalam bidang:
a)      Kesopanan
b)      Hukum
b.      Sikap tindak atau perikelakuan yang unik, yang mencakup:
1)      Sikap tindak atau keperikelakuan pribadi:
a)      Kepercayaan
b)      Kesusilaan
2)      Sikap tindak atau keperikelakuan antar pribadi:
a)      Kesopanan
b)      Hukum

2.    DARI KEPERILAKU KE HUKUM ADAT
Bangsa Indonesia umumnya mempunyai tiga macam cita-cita tentang kesempurnaan hidup perseorangan ditengah-tengah masyarakat, cita-cita yang telah menjadi darah dagingnya, menjadi tujuan dan pakaian hidupnya sehari-hari, yakni pertama kebersihan rohani, yang bersifat dalam kata bertuhan, kedua kesopanan dalam perbuatan, dalam tingkah laku, dalam perangai, yang tersifat dalam kata beradat, dan ketiga kesatuan, ramah-tamah, dalam tuturdan ujar yang bersifat dalam kata berbahasa.
Apabila kebiasaan tersebut diatas diakui serta diterima sebagai kaidah, maka kebiasaan tersebut menjaditata kelakuan atau “mores”. Kalau suatu kebiasaan (yang pada hakikatnya merupakan keteraturan) diterima sebagai kaidah maka kebiasaan tersebut meningkat dayamengikatnya, sehingga menjadi tatakelakuan yang ciri-ciri pokoknya adalah, sebagai berikut
a.    Merupakan sarana untuk mengawasi perikelakuan warga masyarakat.
b.    Tata kelakuan merupakan kaidah yang memerintahkan atau sebagai patokan yang membatasi aspek-asoek terjang warga masyarakat.
c.    Tata kelakuan mengidentifikasi pribadi dengan kelompoknya.
d.   Tata kelakuan merupakan salah satu sarana untuk mempertahankan solidaritas masyarakat.
Tata kelakuan yang kekal serta kuat dengan perilaku warga masyarakat, meningkat kekuatan mengikatnya menjadi adat-istiadat atau “custom”. Custom itu biasanya diberi bermacam-macam arti,dan penggunaannya daitkan pada baik kebiasaan, tata kelakuan maupun maupun adat –istiadat, ,erupakan perilaku yang bersumber pada kesusilaan kemasyarakatan atau kesusilaan kemasyaraatan atau kesusilaan umum.
Kata adat sebenarnya berasal dari bahasaarab yang berarti kebiasaan. Pendapat laim menyatakan, bahwa adat sebenarnyaberasal dari sansekerta “a” (berarti”bukan”) dan “dato” ( sifat kebendaan). Pada umumnya adat itu dibagiatas 4 bagian, yaitu :
a.    Adat yang sebenarnya adat. Ini merupakan undang-undang alam.
b.    Adat istiadat. Ini merupakan pedoman hidup diseluruh daerah ini yang diperturunnaikkan.
c.    Adat nan teradat. Hal ini merupakan kebiasaan setempat.
d.   Adat yang diadatkan.

3.    SISTEM PENGENDALIAN SOSIAL.
Sistem pengendalian sosial atau pengendalian sosial, merupakan suatu kegiatan direncanakan maupun yang tidak direncanakan, untuk mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga masyarakat, agar mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat walaupun demikian hal itu tidaklah berarti bahwa pengendalian sosial.
Pengendalian sosial dapatdilakukan oleh seseorang, terhadap pribadi lainnya. Kecuali itu, maka seserang dapat pula melaksanakannya terhadap suatu kelompok. Pengendalian sosial di dalam suatu masyarakat, dapat dilakukan berbagai cara,misalnya:
a.       Mempertebalkan keyakinan warga-warga mastarakat atau kebaikan kaidah-kaidah sosial tertentu.
b.      Memberikan penghargaan kepada warga-warga masyarakat yang menaati kaidah-kaidah sosial tertentu, dengan menerapkan sanksi-sanksi positif.
c.       Menimbulkan rasatakut
d.      Menyusun perangkat aturan-aturan hukum
Pengendalian sosial sebenarnya merupakan suatu aspek normatif dari kehidupan bersama, atau kehidupan sosial. Pengendalian sosial-sosial memberikan patokan-patokan atau pedoman-pedoman mengenai apa yang salah atau apa yang benar, apa yang normal dan apa yang abnormal.
Pengendalian sosial, secara sosiologis merupakan suatu variabel kuantitatif. Artinya, kualitas pengendaliannya sosial di suatu tempat, mungkin berbeda dengan kuantitas pengendalian sosial lain tempat.
Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa peranan hukum adat istiadat 9 dan hukum tertulis) di dalam pengendalian sosial, sangatlah tergantung pada persepsi warga masyarakat mengenai hukum dan juga penegak hukumnya. Kecuali dari itu, apabila dalam konteks-konteks sosial tertentu, ternyata sarana pengendalian sosial lainnya lebih efektif, maka peranan hukum berkurangan.
4.    MASYARAKAT HUKUM ADAT
Untuk mengetahui hukum , maka adalah terutama perlu diselidikibuat waktu apabila pun dan didaerah manapun, sifat dan susunan badan-badan persekutuan hukum, dimana orang-orang yang dikuasai oleh hukum itu, hidup sehari-hari.
Masyarakat-masyarakat hukum adat juga tercantum didalam di dalam pasal 18 Undang-Undang  Dasar1945, yang isinya sebagai berikut:
“Pembagian daerah indonesia atasdaerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahan ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewah.”
Bentuk masyarakat hukum adat, sebagai berikut:
Secara teoretis, maka mungkin terjadi kombinasi-kombinasi, sebagai berikut:
1.    Masyarakat hukum adat genealogis yang:
a.    Tunggal
b.    Bertingkat
c.    Berangkai
2.    Masyarakat hukum adat teritorialyang;
a.    Tunggal
b.    Bertingkat
c.    Berangkai
3.    Masyarakat hukum adat gealogis-teritorial (atau sebaliknya;hal itu tergantung dari faktor mana yang lebi dahulu berpengaruh) yang;
a.    Tunggal
b.    Bertingkat
c.    Berangkai
Masyarakat-masyarakat hukum adat itu dari dulu samapai sekarang menjadi landasan bagi mendirikan kerajaan-kerajaan asli, kekuasaaan, koonial dan juga bagi negara republik Indonesia. Kekuasaan jerajaan –kerajaan boleh lenyap, kekuasaan kolonial boleh tumbang, demikian juga Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat terhapus, tetapi masyarakat-masyarakat hukum adat itu akan terus-menerus melanjutkan hidupnya.
D.      SISTEM HUKUM ISLAM
Dalam sistem hukum islam terdapat empat sumber hukum, yaitu:
1.      Al-Qur’an
2.      Al-Hadist
3.      Ijma’ ulama
4.      Sar’u Man Qablana
Syar’u Man Qablana artinya syariat orang-orang sebelum kita. Yang dimaksud dengan syar’u man qablana ialah syariat hukum dan ajaran-ajaran yang berlaku pada para nabi sebelum Nabi Muhammad SAW diutus menjadi rasul, seperti : syariat Nabi Ibrahim, Nabi Daud, Nabi Musa, Nabi Isa, dan lain-lain.
5.      Qias
 Qias dalam bahasa Arab berarti “menyamakan”, “membandingkan atau mengukur”, seperti menyamakan si A dengan si B, karena kedua orang itu mempunyai tinggi yang sama, bentuk tubuh yang sama, wajah yang sama dan sebagainya. Qias juga berarti mengukur, seperti mengukur tanah dengan meter atau alat pengukur yang lain. Demikian pula membandingkan sesuatu dengan yang lain dengan mencari persamaan-persamaannya.
Menurut para ulama ushul fiqh, ialah menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar nash-nya dengan cara membandingkan kepada suatu kejadian atau peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash karena ada persamaan ‘illat antara kedua kejadian atau peristiwa itu.[4]
6.      Al-Istihsan
Menurut bahasa berarti “menganggap baik terhadap sesuatu”. Menurut istilah ahli ushul fiqh, istihsan ialah meninggalkan qiyas jaly (jelas) untuk berpindah kepada qiyah kafi (samar-samar) atau dari hukum kully (umum) kepada hukum ju’,i atau istisna’i (pengecualian) karena ada dalil yang membenarkan perpindahan itu.
Istihsan dapat berarti juga:
1)        Berbuat sesuatu yang lebih baik
2)        Mencari yang lebih baik untuk diikuti
3)        Mengikuti sesuatu yang lebih baik
Pengertian istisan secara terminologis menurut para ulama adalah:
a)         Al-Bazdawi (Hanafi), istihsan “berpaling dari kehendak qiyas kepada qiyas yang lebih kuat atau pengkhususan qiyas berdasarkan dalil yang lebih kuat.”
b)        Al-Ghazali (Syaf’iy) istihsan ialah semua hal yang dianggap baik oleh mujtahid menurut akalnya.
c)         Ibnu Qudamahi (Hanbali) istihsan ialah suatu keadilan terhadap hukum karena adanya dalil tertentu dari Al-Qur’an dan sunnah. Imam Ahmad menggunakan istihsan dalam berbagai masalah.
d)        Asy-Syatibi (Maliki), istihsan ialah pengambian suatu kemaslahatan yang bersifat juz’iy dalam menanggapi.
7.      Sadd Zariah
Secara bahasa kata sadd berarti “menutup” dan al-zariah berarti “wasilah” atau “jalan ke suatu tujuan”. Dengan demikian, saad zariah berarti “menutup jalan yang mencapaikan kepada tujuan”. Dalam kajian ushul fiqh sebagaimana dikemukakan Abdul Karim Zaidah, Saad Zariah adalah menutup jalan yang membawa kebinasaan atau kejahatan. Sebagian ulama mengkhususkan pengertian dzariah dengan sesuatu yang membawa pada perbuatan yang dilarang dan mengandung kemudratan.
Melaksanakan suatu pekerjaan yang semula mengandung kemaslahatan dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa sadd zariah adalah perbuatan yang dilakukan seseorang yang sebelumnya mengandung kemaslahatan, tetapi berakhir dengan suatu kerusakan. Contoh, haul (genap setahun) ia menghibahkan hartanya kepada anaknya sehingga dia terhindar dari kewajiban zakat.
Hibbah (memberikan sesuatu kepada orang lain, tanpa ikatan apa-apa) dalam syariat islam, merupakan perbuatan baik yang mengandung kemaslahatan, akan tetapi bila tujuannya tidak baik, misalnya untuk menghindar dari kewajiban zakat maka hukum zakat adalah wajib, sedangkan hibah adalah sunnah.
8.      Istislah
Menurut bahasa berarti perbuatan-perbuatan yang mendorong kepada kebaikan manusia baik dalam arti menarik atau menghasilkan keuntungan atau kesenangan atau dalam arti menolak/menghindarkan kemudratan atau kesusahan. Pengertian yang lain menyatakan istislah adalah logika yang baik tentu baik untuk dipergunakan. Jadi, apabila dikatakan bahwa perdagangan itu suatu kemaslahatan dan menuntut ilmu itu suatu kemaslahatan, maka hal tersebut berarti bahwa perdagangan dan menuntut ilmu itu penyebab diperolehnya manfaat lahir dan batin.

9.      Istishab
Istishab adalah sebagai “keyakinan bahwa keberadaan sesuatu di masa lalu dan sekarang itu berkonsekuensi bahwa ia tetap ada (eksis)sekarang atau di masa datang.” Definisi ini menunjukkan bahwa istishab sesungguhnya adalah penetapan hukum suatu perkara baik itu berupa hukum ataupun benda dimasa kini ataupun mendatang berdasarkan apa yang telah ditetapkan atau berlaku sebelumnya. Seperti ketika kita menetapkan bahwa si A adalah pemilik rumah atau mobil ini-entah itu melalui proses jual-beli atau perwarisan, maka selama kita tidak menemukan ada dalil atau bukti yang mengubah kepemilikan tersebut, kita tetap berkeyakinan dan menetapkan bahwa si A-lah pemilik rumah atau mobil tersebut hingga sekarang atau nanti. Dengan kata lain, isishab adalah melanjutkan pemberlakuan hukum di masa sebelumnya hingga ke masa kini atau nanti.
10.  Maslahah Mursalah
Dalam penetapan suatu hukum sering kita mendengar istilah demi kemaslahatan umum atau dalam dunia ushul fiqh dikenal dengan istilah maslahah al-ammah. Faktanya terkadang maslahah dijadikan alasan utama dalam penetapan hukum, namun sebenarnya kita masih ragu menginggat hal tersebut memang sangat relatif dan terkesan subjektif. Perlu kita kaji secara lebih jauh mengenai asal muasal konsep masalah ini sehingga bisa kita jadikan dalil hukum. Berdasarkan penelitian istiqro’ (penelitian empiris) dalam nash-nash Al-Qur’an dan hadis secara tersirat ditangkap bahwa hukum-hukum syariat islam mencangkup pertimbangan kemaslahatan manusia. Dalam ahkamul mu’amalah banyak sekali persoalan umat yang bisa teratasi dengan mengatasnamakan maslahah. Namun, penggunaan metode ini menimbulkan kontaversi mengingat pengertiannya secara literal yang menggunakan otoritas rasio dan mempertimbangkan perspektif sebagian kalangan dalam ranah hukum syariat. Maslahah mursalah merupakan salah satu metode penggalian hukum yang biasa digunakan para ulama dalam menetapkan suatu hukum. Banyak perdebatan sengit terjadi mengenai hakikat dan definisi maslahah, syarat-syarat penggunaanya, sekaligus praktik penerapannya.
Menurut Djalaluddin Abdurrahman secara tegas menyebutkan bahwa maslahah ialah semua hal yang bermanfaat bagi manusia baik untuk meraih kebaikan dan kesenangan maupun yang bersifat untuk menghilangkan kesulitan dan kesusahan. Al-Ghazali menjelaskan bahwa secara harfiah maslahah adalah menarik kemanfaatan dan menghindarkan kerugian.
11.  Urf
Urf adalah apa yang biasa dilakukan oleh manusia dalam muammalah dan menjalankan hal tersebut. Dan ini adalah dasar dari dasar-dasar ushul fiqh, diambil dari hadis Nabi yang artinya: “apa yang dianggap baik oleh seseorang, maka Allah akan menganggap baik hal tersebut”. Dan Allah Swt. Telah bersabda: “Allah tidak menjadikan agama itu kesulitan” (QS Al-A’raf ayat 42). Dari itu berkatalah ulama dari mazhab Hanafi dan Maliki, “sesungguhnya tetapnya dengan urf shohih tanpa rusak seperti tetapnya dalil syara,”.
Dan ulama yang menetapkan bahwa urf adalah asal dasar dari dasar-dasar istimbat hukum, hal ini dapat terjadi bila tidak ditemukan dalil dalam nash dari Al-Qur’an dan sunnah. Apabila urf bertentangan dengan nash dari Al-Qur’an maupun dari sunnah dan mereka mengetahui hukum tersebut seperti haramnya khomer, makan riba maka mereka harus meninggalkan urf tersebut, maka mengamalkan nash bersifat pasti (wajib), karena sesungguhnya syariat datang untuk menjaga dari kerusakan.
Keistimewaan Hukum Islam
a.       Universal (Internasional/ menyeluruh)
b.      Humanity (Insaniah/ kemanusian/ penuh kasih)
c.       Morality (Akhlak)
Karakteristik Hukum Islam
a.       Harakah (Utuh)
b.      Waqathah (Harmoni)
c.       Takamul (Sempurna)
12.  Mazhab Sahabat
Pengertian mazhab menurut istilah dalam kalangan umat Islam ialah : Sejumlah dari fatwa-fatwa dan pendapat-pendapat seorang alim besar di dalam urusan agama, baik ibadah maupun lainnya. Dalam buku Nasrun Harun, mengungkapkan Mazhab Shahabi berarti “pendapat para sahabat Rasulullah saw.” Yang dimaksud pendapat sahabat adalah pendapat para sahabat tentang suatu kasus yang dinukil para ulama, baik berupa fatwa maupun ketetapan hukum, sedangkan ayat atau hadist tidak menjelaskan hukum terhadap kasus yang dihadapi sahabat tersebut. Disamping belum adanya ijma para sahabat yang menetapkan hukum tersebut
­­­_____



[1]  R.Abdoel Djamali, Pengantar Hukunm Indonesia ,(Jakarta :PT RajaGrafindo Persada ,2001 ) cet.7, hal .67
[2] Ibid, hal .69 .
[3] Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1983) cet. 2, hal. 59.
[4] R.Abdoel Djamali, Oupsi ,  hal .73.

BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Dalam suatu system yang baik tidak boleh terdapat suatu pertentangan atau benturan antara bagian-bagian. Selain itu, juga tidak boleh terjadi duplikasi atau tumpang tindih (over lapping) di anatara bagian-bagian itu. Dicontohkan, Prof. B ter Haar Bzn dalam bukunya yang terkenal berbicara tentang “beginselen” en “stelsel” (van het Adatrecht). Menurutnya yang dinamakan “stelsel” itu adalah asas-asas (basic principles) atau pondasi yang mendukung system.
Setiap system mengandung beberapa asas yang menjadi pedoman dalam pembentukannya. Dapat dikatakan bahwa suatu system tidak terlepas dari asas-asas yang mendukungnya. Dengan demikian, sifat system itu menyeluruh dan berstruktur yang keseluruhan komponen-komponennya bekerja sama dalam hubungan fungsional. Jadi, hukum adalah suatu system. Artinya, suatu susunan atau tataan teratur dari aturan-aturan hidup, keseluruhannya terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain. Misalnya dalam “hukum perdata” sebagai system hukum positif.
Sistem hukum tidak lepas dari ciri- ciri yang ada padanya yaitu terdiri dari komponen-komponen yang satu sama lain berhubungan ketergantungan dan dalam keutuhan organisasi yang teratur dan terintegrasi.
Dan unsur- unsur dalam sisitem indonesia dalam sisitem hukum ini meliputi sisitem hukum eropa kontinental, sistem hukum anglo saxon, sistem hukum adat dan sisitem hukum islam.
B. Saran
Kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai bagi makalah yang telah kami buat agar kedepan nya bisa lebih baik lagi.

                                                                                                                        13
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Djamali.2007.Hukum Islam.penerbit CV. Mandar Maju- Bandung 1977
Soekanto, Soerjono.1983.Hukum Adat Indonesia.Jakarta:PT RajaGrafindo Persada.
Soekanto, Soerjono.1996.Meninjau Hukum Adat Indonesia.Jakarta:PT RajaGrapindo Persada.
Asikin, Zainal.2012.Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta:Rajawali Pers.
Djamali, Abdoel. 2001. Pengantar Hukum Indonesia.Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Djamali, Abdoel.2011. Pengantar Hukum Indonesia.Jakarta:PT RajaGrafindo Persada.
R.Van Dijk, Prof.,Dr.,Pengantar Hukum Adat Indonesia, Cetakan Keempat, (Sumur Bandung, 1960).
http://ismenalghifary.blogspot.com/2010/06/makalah-usul-fiqh-tentang-mazhab.html