Rabu, 28 Desember 2016

Hijrah! Janganlah jadi Penghijrah yang Plin-Plan



Image result for foto muslimah hijrah 
Hijrah! Janganlah jadi Penghijrah yang Plin-Plan
Assalammualaikum Wr. Wb.
            Alhamdulillah saya mempunyai berkesempatan untuk menulis blog ini tentang Hijrah. Hijrah disini di artikan perubahan diri ke yang lebih baik dari sebelumnya. Hijrah adalah keputusan yang paling baik untuk memperbaiki diri dari segala hal yang buruk. Tidak ada kata terlambat untuk melakukannya, yang pasti kita tulus dari hati untuk melakukannya hanya untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT semata. Hijrah itu Butuh modal? Iya, modal yang paling besar yaitu mental. Bagaimana kita harus merubah kebiasaan kita yang di anggap tidak baik. Jangan ada keraguan di hati, jangan mudah tergiur dengan kesenangan-kesenangan yang tiada arti. Hijrah butuh modal material? Tentu, kita harus menyingkirkan penampilan lama kita dari yang tak berjilbab, menjadi berjilbab, dari yang berjilbab pendek menjadi memakai jilbab yang lebih panjang. Ya inilah proses sebuah hijrah, hijrah itu tidak mungkin langsung mateng menjadi penghijrah yang sesungguhnya.
            Hijrah yang kita lakukan itu mudah, kita harus banyak melalui rintangan yang membuat hati kita goyah, menurut saya rintangannya adalah: tidak terbiasa dengan aktivitas baru, tampilan baru, merubah sikap terhadap lawan jenis dan sikap yang harus lemah lembut. Aktivitas baru disini seperti melakukan kegiatan yang agamis. Tampilan yang baru juga terkadang membuat sang penghijrah menjadi resah. Kita pertama tama meanggap penampilan baru itu ribet, harus memakai yang panjang, tebal dan dalam. Kita harus merelakan rambut terurai kita, bodi aduhai kita. Kita harus merelakan pasangan haram kita mencari orang lain. Tapi ini wajib kita lakukan, karena ini ada perintah yang tidak dapat digugat. Tetapi sesungguhnya jika kita benar-benar ingin menjadi penghijrah sejati, hijrah itu simple. Dalam segi penampilan tidak perlu ribet, menurut saya lebih menghemat waktu tanpa memikir gaya apa yang terbaru.
            Hijrah itu banyak godaan, itu pasti. Seperti masa lalu yang selalu teringat sehingga membuat hatimu gundah, ragu, dan bimbang. Tetapi jika kita memang benar-benar ingin berhijrah itu bukan suatu rintangan melainkan tantangan agar kita senantiasa tetap istiqomah. Ini pasti dirasakan semua orang yang berusaha melakukan hijrah. Kita harus membiasakan diri bagaimana menjaga sikap, tingkah laku dan penampilan. Perbanyaklah membaca dan bertanya kepada orang-orang yang mampu membantumu menjelaskan hal apa yang boleh dan hal yang tidak boleh dilakukan.
Inspirasi ukhti Sri Herlina:
Pengen hijrah tpiiii??
Takut ntr kehilangan pekerjaan.
(prcylah kmu akn mndptkn yg lbh baik stlh kau hijrah)
Mau hijrah, tapi...
Takut di bilang kayak ibu-ibu.
(lha kn mmg kita clon ibu bkn?)
Mau sih hijrah, tapi...
Takut di ketawain orang.
(ndak apa2 d ktwain org,surga hadiah untk mu nti)
Mau sih hijrah, tapi...
Takut gak dapet jodoh yang keren.
(hanya laki laki istimewa pilhan yang akan engkau dapat setelah kau hijrah nanti)
Mau sih hijrah, tapi...
Takut kehilangan temen.
(jika teman mu mmprmsalahkan hijrahmu brti dia bukan tmn yang baik untuk mu)
Memang sulit untuk hijrah, bahkan kita harus melewati kerikil berduri untuk bisa istiqomah.
Tapi klo nunggu dinanti-nanti mau sampai kapan?
Karena kalau terus beralasan nanti keterusan.
Yuk ! Hijrah yukk
Ketika kita mengambil keputusan semata-mata untuk nya, lalu melepaskan sesuatu yang kita suka atau bahkan kita tinggalkan sesuatu yang kita pertahankan slma ini dengan alasan syar'i,mndkatkan lagi diri ke hadapan nya,allah akan menggantinya dengan sesuatu yang jauh lebih baik dn terbaik.
Percayalah...
Fabiayyi aala irobbikumaa tukatzzibaan...

PROSES PERENCANAAN PROGRAM KERJA PR dan Studi Kasus


Image result for foto pr 
BAB II
PEMBAHASAN

A.    PROSES PERENCANAAN PROGRAM KERJA PR
Kedudukan, peranan dan tugas Public Relations dalam sebuah organisasi (perusahaan/pemerintahan), jelas sangatlah penting. Sehingga pelaksanaan aktivitasnya harus dikemas seefektivas mungkin. Dan ini di antaranya bisa diraih dengan cara mempersiapkan dan mengaplikasikan program kerja Public Relations dengan baik dan tepat.
Dalam bukunya Effective Public Relations, M. Cultip & Allen H Center menyebutkan, program kerja Public relations melalui proses empat tahapan atau langkah-langkah pokok, yakni, :
1.      Research Listening (penelitian dan mendengarkan). Dalam tahapan ini public relations officer mempelajari opini, sikap. Dan reaksi publik terkait terhadap kebijakan atau produk organisasi. Dalam tahap ini ditetapkan suatu fakta dan informasi yang berkaitan langsung dengan kepentingan organisasi, yakni What’s our problem?
2.      Palnning Decission (perencanaan pengambilan keputusan). Memberikan sikap, opini, ide, dan reaksi yang berkaitan dengan kebijaksanaan. Dilakukan pula penetapan program, kerja organisasi yang sejalan dengan kepentingan atau keinginan-keinginan pihak berkepentingan. Here’s what what we can do?
3.      Communications – Actions (mengkomunikasikan dan melaksanakan). Menjelaskan dan sekaligus menfasirkan informasi mengenai langkah-langkah yang akan dilakukan, diharapkan bisa mempengaruhi pihak-pihak tertentu yang penting dan berpotensi mendukung program organisasi. Here’s what we did and why?
4.      Evaluation (mengevaluasi). Mengadakan penilaian evaluasi terhadap program dan hasil kerja aktivitas public relations. How did we do?
Keempat tahapan tersebut, satu sama lain berkaitan sangat erat. Artinya guna mendapatkan hasil maksimal, semua tahapan harus senantiasa dilalui/dilaksanakan dengan baik. Setiap tahap dalam program kerja public relations yang efektiv.
Jika diuraikan lebih rinci, keempat tahapan menurut M Cultiv & Center tersebut, adalah sebagai berikut:
1.      Menganalisa perilaku umum dan hubungan organisasi terhadap lingkungan.
2.      Menentukan dan memahami secara benar perilaku tiap-tiap kelompok terhadap organisasi.
3.      Menganalisa tingkat opini publik, baik yang intern (internal public) maupun yang ekstern (external public).
4.      Mengantisipasi kecenderungan-kecenderungan, masalah-masalah potensi, kebutuhan-kebbutuhan dan kesempatan-kesempatan.
5.      Menentukan formulasi dan merumuskan kebijakan-kebijakan.
6.      Merencanakan alat atau cara yang sesuai untuk meningkatkan atau mengubah perilaku masyarakat sasaran. Termasuk membuat budget/anggaran biaya operasionalnya.
7.      Menjalankan dan melaksanakan aktivitas-aktivitas sesuai dengan program yang telah direncanakan.
8.      Menerima umpan balik untuk dievaluasi, kemudian mengadakan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan.

B.     PERENCANAAN PROGRAM KERJA PUBLIC RELATIONS

a.       Ke dalam
  1. Meningkatkan efisiensi tenaga buruh atau pegawai (SDM)
  2. Meningkatkan keterampilan dan pengetahuan pegawai (SDM)
  3. Memelihara kekompakan kerja serta menyalurkan kreativitas para pegawai (SDM)
  4. Ikut mengawasi dan menjaga perusahaan dari gangguan – gangguan penyelewengan
  5. Ke luar
  6. Memelihara hubungan baik antara perusahaan dengan masyarakat (public), terutama dengan public sekitar temat dimana perusahaan itu berada.
  7. Mengajak masyarakat untuk menjadi minded terhadap hasil produksi perusahaan.
  8. Memperluas pasaran hasil produksi perusahaan
  9. Membina kepercayaan dan simpati masyarakat terhadap kegiatan perusahaan. (Suhandang, 2004:238)
  1. Perencanaan, seseorang yang memanfaatkan atau menginterpretasikan segala informasi, materi dan data yang tersedia baik secara kuantitatif maupun kualitatif untuk di analisis, diseleksi dan diproses sebagai bahan perenacaan kerja yang akan datang.
  2. Hasil yang akan diperoleh relevan dengan hal-hal yang berkaitan dengan peran dan fungsi kegiatan dalam suatu organisasi.
  3. Perencanaan kerja PR, yang berkaitan dengan :
  4. Fungsi dan teknis manajemen humas yang profesional, dinamis serta proaktif.
  5. Merupakan metode terbaik untuk mempersiapkan pihak organisasi dalam menghadapi perubahan yang sering terjadi.
  6. Penilaian (evaluasi) atau meriview hasil perkembangan kegiatan masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang.
  7. Mengantisipasi dan mengahadapi, tantangan atau resiko yang akan terjadi melalui suatu proses untuk menentukkan tujuan dan sasaran jangka pendek dan jangka panjang secara periodik dan strategis.
  8. Wujud rencana kerja PR
  9. Renacana yang berkaitan dengan hasil atau produk dari perencanaan yang telah dilaksanakan, baik dalam waktu jangka pendek maupun jangka panjang.
  10. Renacana perencanaan konsep dasar dari perencanaan kerja PR yang dirancang
  11. Renacana untuk membuat pernyataan berdasarkan dari target yang ingin dicapai
  12. Perencanaan Kerja PR dan alasan-alasan untuk dilakukan kegiatan PR
  13. Alasan dalam kegiatan perencanaan, dalam kata lain yaitu action plan yang mana dapat bersifat proaktif, reaktif, defensive,preventif, protektif dan hingga profitbel.
  14. Alasan mengapa (why) :
  15. Untuk mengantisipasi perubahan lingkungan lebih luas
  16. Mengahadapi perubahan lebih sempit dalam bidang operasional.
  17. Menciptakan tujuan yang objektif, sasaran dan target yang ingin dicapai.
  18. Manfaat perencanaan kerja PR
  1. Mengefektifkan dan mengefesienkan koordinasi atau kerjasama antara departemen dan pihak terkait lainnya.
  2. Menghindari resiko kegagalan dengan tidak melakukan perkiraan atau perencanaan tanpa arah yang jelas dan konkret
  3. Mampu melihat secara keseluruhan kemampuan operasional organisasi
  4. Menetapkan klasifikasi rencana kerja PR, yaitu renacana strategi, rencana tetap dan rencana tertentu.
  1. Kurang tercapainya kesepakatan mengenai tujuan-tujuan dari pelaksanaan program PR.
  2. Kurang waktu karna tersita oleh pembahasan-pembahasan mengenai permasalahan sehari-hari
  3. Keterlambatan dan frustasi yang dialami pelaksana karna kurangnya koordinasi departemen terkait
  1. Melakukan ramalan dan menentukan program serta alternatif-alternatif pemecahan
  2. Menspesifikasi program
  3. Memilih alternatif pemecahan
a.       Tiga Dasar
  1. Rencana program kerja tersebut harus mempunyai tujuan
  2. Dilakukannya pengarahan mengenai Rencana Program tersebut
b.      Unexpected Case
  1. Untuk menetapkan target – target operasi PR yang nantinya akan menjadi tolok ukur atas segenap hasil yang diperoleh
  2. Untuk memperhitungkan jumlah jam kerja dan berbagai biaya yang diperlukan
  3. Untuk menyusun skala prioritas guna menentukan jumlah program dan waktu yang diperlukan untuk melaksanakan segenap program PR yang telah diprioritaskan
  4. Untuk menentukan kemungkinan pencapaian tujuan – tujuan tertentu sesuai dengan ketersediaan :
e.       Model Perencanaan PR
1.      PengenalanSituasi
a.        Permusuhan (hostility)
b.      Prasangka (prejudice)
c.        Apati (apathy)
2.      Penetapan  Tujuan
3.       Defenisi Khalayak
  1. Para praktisi humas cenderung pada media-media yang bercakupan lebih luas.
  2. Para praktisi humas berhubungan dengan para editor, jurnalis, serta para produser TV dan Radio.
  3. Kolom dan waktu siar untuk artikel humas terkadang tidak harus dibayar.
  4. Kampanye humas bersedia menggunakan media apa saja, asalkan bisa menjangkau sebanyak mungkin khalayak.
  5. Program-program humas secara umum tidak terlalu pilih-pilih media seperti iklan.
  1. Condong pada media-media yang punya ciri khas, menarik atau glamor sesuai dengan karakteristik khalayak yang hendak dituju.
  2. Para praktisi periklanan lebih banyak berhubungan dengan manajer iklan dari berbagai perusahaan dan petugas iklan di media massa.
  3. Kampanye periklanan biasanya dilakukan terbatas pada media-media yang biasdiharapkanakanmembuahkanhasilmaksimaldenganbiayaserendah-rendahnya.
  4. Duniaperiklananselalumemilihtempat-tempattertentu yang paling menjanjikankeberhasilan.

4.      Pengaturan Anggaran
a.      PentingnyaAnggaran
  1. Untukmengetahuiseberapabanyakdana yang diperlukandalamrangkamembiayaisuatu program ataukampanyehumas.
  2. Anggaranmemaksakandisiplinpengeluarandanasehinggamencegah terjadinyapemborosanataupengeluaran yang berlebihandantidakperlu, sehinggasegalasesuatu yang berkaitandengansoalpengeluaranataupembiayaanakanberjalantepatsesuaidenganrencana yang telahditetapkan.
  3. Unsur-unsur Anggaran Humas
a.       TenagaKerja
b.      BiayaTetap
c.       MateriatauPeralatan
d.       Kaskecil
  1. Metodepengumpulanpendapatatauujisikapmerupakanduametode yang paling lazim digunakan. Metode- metode evaluasi hasil biasanya diterapkan pada tahap perencanaan. Namun bila perlu, penyesuaian bisa pula diilakukan selama berlangsungnya proses pelaksanaandari program humas yang bersangkutan.
  2. Setiap program humas harus memiliki tujuan yang pasti.
6.       Proses Kerja PR
  1. Menentukandan memahami secara benar perilaku tiap tiap kelempok terhadap organisasi.
  2. Menganalisis tingkat opini public, baik yang intern maupun yang ekstern.
  3. Mengantisipasi kecenderungan- kecenderungan, masalah yang potensial, kebutuhan-kebutuhan dan kesempatan-kesempatan.
  4. Menentukan formulasi dan merumuskan kebijakan- kebijakan.
  5. Merencanakan alat atau cara yang sesuai untuk meningkatkan atau mengubah perilaku kelompok masyarakat sasaran.
  6. Menjalankan dan melaksanakan aktifitas- aktifitas sesuai dengan program yang telahdirencanakan.
  7. Menerima umpan balik untuk dievaluasi, kemudian mengadakan penyesuaian - penyesuaian yang diperlukan.

d.      Mengevaluasi

 C. PENTINGNYA PR MEMBNA RELASI DENGAN MEDIA
Di era sekarang ini, media memiliki peran dalam menyampaikan berita fakta ataupun sebagai penyebar informasi dari berbagai pihak yang berkepentingan. Disinilah peran media harus jelas dan berimbang, disatu sisi media berperan sebagai jembatan masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar, sebaliknya disisi lain media juga berperan menyebarkan suatu informasi tertentu untuk kepentingan pihak tertentu kepada masyarakat.
Pada zaman sekarang telah berkembang pesat berbagai macam jennies media massa. Mulai dari televise, radio, surat kabar, dan lain sebagainya dapat dimanfaatkan sebagai media di era informasi media untuk saat sekarang. Sehingga media merupakan bagian dari kehidupan kita sehari-hari.
Peran media yang sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat akan informasi yang benar adalah hal utama yang harus dilakukan media, dari sisnilah asas orang-orang media yang independent, non-partisipan, menjunjung kode etik jurnalis dijalankan. Lebih dari pada itu, seorang jurnalis atau wartawan harus memiliki berbagai pengetahuan yang merata disegala bidang, terutama dibidang dimana seorang wartawan ditempatkan.
Public relations dalam suatu organisasi/perusahaan harus menjalin hubungan baik dengan media. Hal ini penting, karena disatu sisi pihak media mendapatkan sumber berita yang berkualitas dengan penjelasan  yang detail tanpa harus menganilis berita, kemudian disisi lain pihak perusahaan mendapatkan kesempatan untuk mempublikasikan diri di media yang bersangkutan.
Untuk kedepannya kedua pihak harus terus bekerjasam, karena dengan itulah salah satu alternative dari kedua belah pihak dapat tercapai, yaitu publikasi yang didapatkan perusahaan, khususnya pihak public relations untuk menjelaskan secara detail tentang perusahaannya diberbagai media, sedangkan lingkungan media terus mendapatkan tantangan dengan semkin berkembangnya era informasi, sehingga liputan berkualitas yang dapat memberikan informasi kepada perusahaannya diberbagai media, sedangkan lingkungan media terus mendapatkan tantangan dengan semakin berekembangnya era informasi, sehingga liputan berkualitas yang dapat memberikan informasi kepada masyarakat dapat dipenuhi.
D.  MEDIA DAN TEKNIK-TEKNIK PUBLIC RELATIONS

1.      Pemilihan Media dan Teknik Humas
Contoh: para jurnalis untuk media, dan penyelenggaraan acara resepsi pers untuk tekniknya.
Bila kita membandingkan media humas dan media iklan, akan muncul lima hal menarik:
1) Kampanye periklanan dan kampanye humas sama-sama bisa menggunakan berbagai macam media.
2) Para praktisi humas berhubungan dengan para editor, jurnalis, serta para produser TV dan radio, sedangkan para praktisi periklanan lebih banyak berhubungan dengan para manager iklan dari berbagai perusahaan, petugas iklan di media massa (radio, koran, televisi, majalah, dan sebagainya).
3) Iklan sifatnya jauh lebih komersial dibandingkan dengan humas.
4) Kampanye periklanan biasanya dilakukan terbatas pada media-media yang bisa diharapkan akan membuahkan hasil maksimal (misalnya lonjakan penjualan) dengan biaya serendah-rendahnya. Sedangkaan kampanye humas bersedia menggunakan media apa saja, asalkan bisa menjangkau sebanyak mungkin khalayak.
5) Tidak seperti dunia periklanan, dunia kehumasan dapat menggunakan berbagai media khusus seperti jurnal-jurnal internal, buletin atau sekedar majalah dinding.

2.      Variasi Media Humas
a) Media pers (press)
Media ini terdiri dari berbagai macam koran yang beredar di masyarakat secara umum, baik yang berskala regional maupun nasional atau bahkan internasional, koran-koran gratis, majalah-majalah, yang diterbitkan secara umum maupun hanya dalam jumlah terbatas untuk kalangan tertentu; buku-buku petunjuk khusus; buku-buku tahunan dan laporan-laporan tahunan dari berbagai lembaga yang sengaja dipublikasikan untuk umum.
b) Audio-visual
Media ini terdiri dari slide dan kaset video, film-film dokumenter.
c) Radio
Kategori ini meliputi semua jenis radio, mulai dari yang berskala lokal, nasional hingga internasional baik yang dipancarkan secara luas maupun yang dikemas secara khusus.
d) Televisi
Televisi sebagai media humas tidak hanya televisi nasional atau regional tapi juga televisi internasional, termasuk pula sistem-sistem teletex.
e) Pameran (exhibition)
f) Bahan-bahan cetakan (printed material)
Yakni berbagai macam bahan cetakan yang bersifat mendidik, informatif, dan menghibur yang disebarkan dalam berbagai bentuk guna mencapai tujuan humas tertentu.
g) Penerbitan buku khusus (sponsored books)
Isi buku ini bisa bermacam-macam, misalnya saja mengenai seluk-beluk organisasi, petunjuk lengkap mengenai cara penggunaan produk-produknya atau bisa juga mengenai keterangan tentang berbagai aspek yang berkenaan dengan produk atau organisasi itu sendiri.
h) Surat langsung (direct mail)
Surat humas seperti ini tidak saja ditujukan kepada tokoh atau pribadi-pribadi tertentu saja, tetapi juga kepada berbagai macam lembaga yang sekiranya relevan, atau untuk dipajang di tempat-tempat umum.
i) Pesan-pesan lisan (spoken words)
Penyampaian pesan humas juga bisa dilakukan melalui komunikasi langsung atau tatap muka.
j) Pemberian sponsor (sponsorship)
Suatu organisasi atau perusahaan bisa pula menjalankan kegiatan humasnya melalui penyediaan dana atau dukungan tertentu atas penyelenggaraan suatu acara seni, olahraga, ekspedisi, beasiswa universitas, sumbangan amal, dan sebagainya. Kegiatan penyediaan sponsor ini juga sering dilakukan dalam rangka melancarkan suatu iklan atau mendukung usaha-usaha pemasaran.
k) Jurnal organisasi (house jurnals)
Suatu bentuk terbitan dari sebuah perusahaan atau organisasi yang sengaja dibuat dalam rangka mengadakan komunikasi dengan khalayaknya.
l) Ciri khas (house style) dan identitas perusahaan (corporate identity)
Bentuknya bisa bermacam-macam, tergantung pada bentuk dan karakter organisasinya.Ciri khas organisasi atau identitas perusahaan ini sengaja diciptakan untuk mengingatkan khalayak atas keberadaan dari organisasi yang bersangkutan.
m) Bentuk-bentuk media humas lainnya
Misalnya banyak perusahaan sengaja menyisipkan pesan-pesan sosial pada kemasan produknya agar khalayak mengetahui bahwa mereka bukanlah binatang ekonomi yang semata-mata mengejar keuntungan.

3.      Media dan Anggaran
Para perencana media humas juga harus memperhitungkan media mana yang harus digunakan untuk menjangkau khalayak yang telah dipilih, tentunya sesuai dengan keterbatasan anggaran yang ada.
Anggarannya yaitu:

4.      Biaya-biaya Perencanaan
Humas merupakan kegiatan yang padat karya, sehingga pos pengeluaran terbesar dihabiskan untuk pemakaian jam kerja alias gaji personil. Pos pengeluaran lain yang cukup besar akan tercipta bila pelaksanaan kegiatan humas itu juga melibatkan pemakaian alat-alat canggih seperti kamera video, komputer, hingga mesin cetak modern. Adakalanya, pos-pos pengeluaran itu dialihkan ke anggaran yang lain misalnya saja ke anggaran dokumentasi.

5.      Pengukuran Hasil
Pengukuran Keberhasilan atau Kegagalan.
Teknik-teknik yang digunakan untuk mengenali situasi sering juga dimanfaatkan guna mengevaluasi berbagai hasil yang telah dicapai dari segenap kegiatan-kegiatan humas yang telah dilaksanakan.Metode pengumpulan pendapat atau uji sikap (attitude test) merupakan dua metode yang paling lazim digunakan.
Unsur lain yang bisa digunakan sebagai metode tolak ukur adalah liputan oleh media massa. Sikap-sikap media massa yang lebih simpatik terhadap suatu organisasi bisa pula dipandang sebagai salah satu bukti keberhasilan atas segenap kegiatan humas yang telah dilaksanakan oleh organisasi itu.
Contoh Lain Hasil Humas
Setelah kampanye atau program humas usai dilaksanakan, maka guna mengukur hasilnya kita bisa memanfaatkan keempat belas tujuan sebagai suatu tolak ukur atau bahan perbandingan.
Hal terakhir yang perlu ditegaskan di sini adalah setiap kegiatan humas harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh dan profesional.Sebelumnya, segala sesuatunya harus sudah direncanakan secara cermat, dengan mengacu pada tujuan-tujuan yang hendak dicapai.Segala sesuatunya harus dibuat sepraktis mungkin agar mudah dipahami dan diterima (disetujui) oleh pihak manajemen.

E. SPECIAL EVENT (KEGIATAN KHUSUS DALAM HUMAS)


Ruslan (dalam Ardianto, 2009:103-104) mengemukakan, bahwa untuk menyelenggarakan acara atau kegiatan khusus (special events), humas tersebut harus mampu menarik perhatian dari publik terhadap perusahaan atau produk tertentu, yang ingin ditampilkan melalui aktivitas special events itu sendiri. Dalam hal ini, maka kegiatan special events dari Humas/PR tersebut akan mampu memuaskan bagi pihak-pihak lain yang terlibat atau terkait untuk berperan-serta dalam suatu kesempatan pada acara khusus Humas, baik untuk meningkatkan pengetahuan (knowledge), Kesadaran (awareness), upaya pemenuhan selera (pleasure), dan menarik simpati atau empati sehingga mampu menumbuhkan saling pengertian bagi kedua belah pihak. Pada akhirnya, kegiatan ini dapat menciptakan citra (image) positif dari masyarakat atau publik sebagai target sasarannya.
 pengertian  dari peristiwa khusus (special events) adalah suatu kegiatan public relations, yang cukup penting dalam upaya memuaskan banyak orang untuk ikut serta dalam suatu kesempatan memenuhi selera/kesenangan, serta upaya menarik perhatian bagi publiknya.
Arti special events menurut istilahnya (Ardianto, 2009:104) :
1.       Special, atau spesial berarti Sesutu yang “istimewa”, pengeculalian (khas), dan tidak umum.
2.      Event, sesuatu kejadian penting atau peristiwa khusus, baik yang terjadi secara internal, lokal, maupun nasional, bahkan berkaitan dengan suatu peristiwa (event) secara internasional.
Jadi, special events tersebut merupakan suatu peristiwa istimewa atau khas yang tengah berlangsung, dan dirancang secara khusus dalam program acara kehumasan, yang dikaitkan dengan event tertentu (specials event PR programme). Ciri-ciri khas dari fungsi Humas menurut Center dan Canfield (dalam Ardianto, 2009:104) yaitu:
1.      Menunjang kegiatan manajemen dalam pencapaian tujuan organisasi dan menciptakan citra dan kepercayaan.

2.      Membina hubungan yang harmonis antara organisasi dengan publiknya (publik eksternal dan internal).


3.       Menciptakan komunikasi dua arah timbal balik, yaitu menyebarluaskan informasi melalui berbagai macam program acara dari organisasi kepada publik, dan menyalurkan opini public kepada organisasi.

4.       Melayani keinginan publiknya, dan mampu menasihatkan pimpinan organisasi demi tercapainya tujuan kebaikan bersama.

Sehubung dengan penjelasan fungsi PR atau kehumasan tersebut di atas, dan jika dikaitkan  dengan kegiatan kehumasan dalam special events tersebut, maka fungsinya adalah sebagai berikut:
1.      Untuk memberikan informasi secara langsung (bertatap muka), dan mendapatkan hubungan timbal balik yang positif dengan publiknya melalui program kerja atau acara-acara yang sengaja dirancang, dan dikaitkan dengan event (peristiwa khusus) dalam kegiatan serta program kerja kehumasan tertentu.  

2.      Sebagai media komunikasi dan sekaligus publikasi, dan pada akhirnya masyarakat atau publik sebagai target sasarannya akan memperoleh pengenalan , pengetahuan, dan pengertian yang mendalam. Diharapkan dari acara khusus tersebut dapat tercipta citra positif terhadap perusahaan/lembaga, atau produk yang diwakilinya.

Bentuk special events, biasanya, manajemen harus melihat acara kalender tahunan, melihat pada tahun (calendar of event) dari tahun tertentu, kemudian menyusun rencana kerja suatu acara-acara program khususnya (special event), baik menyangkut perusahaan, maupun produk yang ingin dipublikasikan dengan teknik atau pendekatan jurnalistik (press relationship), dan promosi periklanan yang dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa khusus (event) tertentu, yang secara sengaja dirancang atau ditentukan terlebih dahulu sesuai dengan perencanaan dan program/acara Humas yaitu, regular and special events of PR programme.
Misalnya, bulan agustus tanggal 17 merupakan peristiwa khusus untuk menyambut hari nasional, yang berkaitan dengan peringatan hari proklamasi RI. Acara tersebut diperingatkan secara periodik oleh Negara Indonesia. Begitu seterusnya menjelang akhir tahun, aka nada pula event tertentu, misalnya untuk menyambut Hari Natal dan Tahun Baru, serta menyambut Bulan Suci Ramadhan (bulan puasa), dan akan diikuti kegiatan keagamaan hari Lebaran untuk umat islam.
Rencana atau aktivitas kerja Humas dimulai dari menentukan suatu daftar acara tahunan tertentu (regular of yearly event), yang kemudian dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa khusus (special events) yang akan terjadi berulang-ulang, dan sepanjang pergantian  tahun dan secara periodik, secara konstan. Misalnya, bentuk-bentuk special events yang telah dikenal sebagai berikut (Ardianto, 2009:106)  :
      a. Festival
b. Parade
      c. Fair
d. Seminar
 e.  Open house
Events (acara/peristiwa) yang dikenal dalam aktivitas kehumasan (Ardianto, 2009:106). Misalnya:
a.       Calendar of events, yaitu acara rutin (regular events) yang dilaksanakan pada hari, bulan, tahun tertentu secara periodik, dan berulang-ulang (rutin) diselenggarakan sepanjang tahun kalender.
b.       Momentum events, yaitu acara yang sifatnya khusus yang dilaksanakan pada momen-momen tertentu di luar acara rutin tersebut. Misalnya, peluncuran produk barang/jasa pelayanan tertentu, pembukaan kantor baru, ulang tahun perusahaan, dan sebagainya, yang dianggap sebagai momen oleh pihak lembaga atau Humas untuk mengadakan suatu acara istimewa, yang perlu diperingatkan dan dipublikasikan.
Kategori Special events (Ardianto, 2009:106) tersebut secara garis besar ada tiga jenis, yakni:
a.       Acara suatu peresmian
b.      Acara peringatan tertentu
c.       Acara komersial (Profit Making) atau non komersial (Social Community Relations)
Hal lain sebagai pendukung keberhasilan dalam pelaksanaan (action Planning) special events tersebut terkait dengan (Ardianto, 2009:107) :
   a.    Penyusunan jadwal, mulai dari persiapan, pelaksanaan atau kegiatan dari special events itu sendiri, dukungan dana (budget), fasilitas, personel (manajemen), serta kemudian evaluasinya.  
b. Personel yang terkait, bagaimana (how) kesiapan dari pengisi tim acara atau penuntut acara (master of ceremony). Siapa (who) pengunjung yang hadir, dan apakah terdiri dari para pembeli undangan, pejabat tinggi, atau eksekutif. Mungkin, masyarakat umum, yang tanpa melalui undangan resmi atau cukup melalui pengumuman tertentu, juga datang. Pihak sponsor, rekanan, atau business relations dari lembaga atau instansi tertentu yang dirangkul untuk kerja sama. Kalangan donatur, dermawan, dan perorangan yang disesuaikan  dengan apa, mengapa, dan bagaimana (What, Why, dan How) dari tujuan, maksud, dn tema dari special events itu diselanggarakan oleh pihak humas dan pejabat humas tersebut.
                  c. Tujuan dari special events adalah :
·                               Pengenalan (awareness) dan meningkatkan pengetahuan (knowledge) terhadap lembaga / perusahaan dan produk, yang ingin ditampilkan.Proses publikasi melalui komunikasi timbal balik, yang pada akhirnya memperoleh publisitas yang positif. Memperlihatkan itikad baik dari lembaga, yaitu produk yang diwakilinya, dan sekaligus memberikn kesan atau citra positif terhadap masyarakat sebagai publik sasarannya.  Upaya mempertahankan penerimaan masyarakat Memperoleh rekanan atau pelanggan baru melalui acara special events yng dirancang secara menarik, informatif, dan kreatif.


F. STUDI KASUS
Media Sosial dan Peran Manajerial Public Relations PT PLN Persero
Perkembangan  teknologi  informasi dan  komunikasi telah memengaruhi praktek- praktek dalam bidang kerja  komunikasi, termasuk Public Relations (PR). Dalam konteks PR, media sosial menyediakan saluran tambahan untuk berkomunikasi dengan target publik. Media sosial, dengan berbagai karakteristiknya, menuntut PR untuk menyesuaikan diri. Hadirnya media sosial menjadikan  komunikasi bersifat dua arah, meruntuhkan paradigma kontrol pesan, dan menciptakan bentuk baru
dalam memonitor dan menganalisis media (Grunig, 2009; Macnamara, 2010).
Kehadiran media sosial telah mengubah cara para praktisi dalam berpikir dan melaksanakan praktek-prakteknya dan beranggapan bahwa hal ini merupakan sebuah kekuatan revolusioner dalam bidang PR. Melalui optimalisasi potensi media sosial maka praktek PR akan lebih mendunia, lebih strategis, semakin bersifat   komunikasi dua arah dan  interaktif,  simetris atau d ialogis serta lebih bertanggungjawab
            secara sosial. Hal ini cukup dapat mendasari bahwa pada era baru ini media sosial dapat menjadi salah satu media yang digunakan dalam strategi PR untuk berkomunikasi dengan publiknya (Grunig, 2009).
Namun media sosial tidak semata sebagai sebuah alat  komunikasi. Artinya, peran PR yang berhubungan dengan media sosial tidak hanya dalam level teknis k omunikasi. Adanya media sosial memungkinkan PR juga melakukan peran manajerial, di mana praktisi PR terlibat dalam pengambilan keputusan strategis o rganisasi serta memberikan masukan kepada jajaran manajemen atas (Grunig, 2009). Kehadiran media sosial memungkinkan PR untuk terlibat dalam peran manajemen strategis o rganisasi (McDonald dan Hebbani, 2011). Praktisi PR yang punya kompetensi menggunakan media sosial mendapatkan pengakuan dalam proses pengambilan keputusan o rganisasi atau perusahaan (Diga dan Kelleher, 2009).
Salah satu peran manajerial PR berkaitan dengan media sosial adalah keterlibatan dalam penyusunan peraturan media sosial untuk kalangan internal perusahaan. Peran sebagai pembuat kebijakan media sosial, menurut pandangan Breakenridge, memang belum terlalu populer namun hal tersebut mendesak untuk dilakukan: “[A] once less known and vacant spot needs to be lled quickly” (2012, h. 8).
Media sosial memang ibarat ”pedang bermata dua” bagi perusahaan atau  organisasi. Di satu sisi memang memudahkan berkomunikasi dengan publik baik itu internal mau pun eksternal.
Namun di sisi lain, karyawan kadang tak mempertimbangkan risiko penggunaan media sosial. Karena ketidakhati-hatian tersebut, karyawan mungkin mem-posting  informasi sensitif atau menuliskan hal-hal yang buruk terkait perusahaan sehingga merusak reputasi perusahaan tersebut. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan perlu memiliki kebijakan terkait media sosial.
 Di Indonesia, salah satu perusahaan yang memiliki kebijakan penggunaan media sosial di lingkungan perusahaan adalah PT PLN (Persero). Kebijakan tersebut disahkan pada 5 Oktober 2012 dalam Surat Edaran Direksi PT PLN (Persero) Nomor 015E/ DIR/2012 tentang “Etika Berkomunikasi Melalui Media Sosial dan Media Digital di Lingkungan PT PLN (Persero)”. Kebijakan tersebut bertujuan menjadi panduan agar dalam penggunaan akun media sosial masing-masing, pegawai PLN tidak mem- posting pesan yang justru membahayakan reputasi perusahaan. Lebih lanjut PLN berharap dalam menggunakan media sosial masing-masing pegawai dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan.
Kebijakan tersebut disusun setelah melihat tingginya lalu lintas  informasi para pegawai PLN melalui akun media sosial masing-masing individu tersebut dalam kurun waktu dua hingga tiga tahun terakhir. Pihak PLN melihat bahwa  informasi yang disampaikan ada yang positif, netral, negatif.
Surat Edaran Direksi PT PLN (Persero) Nomor 015E/DIR/2012 terseb ut menunjukkan bagaimana bidang komunikasi
            nikasi korporat –bidang di PT PLN yang menjalankan aktivitas PR– berperan dalam pengambilan keputusan perusahaan. Inisiator dan koordinator penyusunan kebijakan ini adalah bidang komunikasi korporat PT PLN Persero. Adapun proses penyusunan kebijakan tersebut melibatkan tiga departemen/divisi/satuan kerja yakni bidang   komunikasi korporat, Sumber Daya Manusia, dan Teknologi Informasi.
Penelitian ini membahas peran manajerial departemen   komunikasi korporat PT PLN Persero dalam penyusunan kebijakan terkait penggunaan media sosial di lingkungan perusahaan. Kebijakan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Direksi Nomor 015E/DIR/2012 mengenai “Etika Berkomunikasi Melalui Media sosial dan Media Digital di Lingkungan PT PLN (Persero)”.
Media Sosial dan Peran Manajerial PR
Pada umumnya literatur membahas tentang bagaimana PR menggunakan media sosial dengan baik untuk berkomunikasi, padahal media sosial tidak hanya sekadar piranti k omunikasi semata. Tugas PR tidak hanya merancang dan menyebarkan pesan- pesan dari  organisasi melalui media sosial.
Di sisi lain, PR bisa memberikan kontribusi lebih bagi o rganisasi, yakni di tataran manajerial. Kontribusi tersebut baru bisa terwujud ketika PR berperan dalam pengambilan keputusan  organisasi. Ketika PR berpartisipasi atau memiliki akses kepada pengambilan keputusan, kontribusi PR adalah mengidentifi kasi konsekuensi, pemangku kepentingan, publik, dan hasil dari keputusan atau hal-hal apa saja yang perlu menjadi perhatian manajemen. Misalnya, media sosial atau media digital menawarkan pemantauan isu yang lebih luas dibanding jika hanya memantau  berita- berita di  media konvensional seperti  surat kabar atau televisi (James 2007; Grunig, 2009).
PEMBAHASAN ( Analisa)
Secara informal o rganisasi PT PLN Persero mengakui bahwa k  omunikasi korporat dapat mengambil peran dalam pengambilan keputusan manajemen. Dalam kondisi biasa, k  omunikasi korporat memberikan saran kepada jajaran manajemen melalui kegiatan pemantauan isu melalui media massa dan media sosial. Jajaran manajemen atas dengan   komunikasi korporat saling memberi dan meminta masukan terkait isu-isu yang tengah berkembang. Keterlibatan   komunikasi korporat dalam peran manajerial semakin besar ketika terjadi krisis. Komunikasi korporat menjalin kontak dengan pihak- pihak yang terlibat masalah, menjembatani antara perusahaan dengan publik yang terlibat dalam persoalan tersebut, memberikan masukan-masukan untuk penanganan dan pasca krisis, merancang strategi  komunikasi krisis, berkoordinasi dengan fungsi-fungsi lain dalam perusahaan, dan memberikan ruang yang sama baik bagi perusahaan dan publik untuk bersuara – melalui media internal. Dalam masa krisis,   komunikasi korporat melakukan k  omunikasi dua arah dan berperan sebagai jembatan antara publik dengan  organisasi. Pengakuan informal ini menunjukkan bahwa organisasi memahami bahwa PR dapat melakukan peran manajerial.
Pengakuan formal dari o rganisasi tetap merupakan faktor utama yang menentukan peran PR dalam  organisasi, apakah peran teknis  komunikasi saja atau peran manajerial. Pengakuan formal penelitian ini mengacu pada dokumen Keputusan Direksi Nomor 418.K/DIR/2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Komunikasi Perusahaan PT PLN Persero. Peraturan tersebut tak menyebutkan peran manajerial yang mungkin dilakukan k  omunikasi korporat. Tugas dan peran   komunikasi korporat adalah produksi dan penyebaran  informasi serta menjalin hubungan dengan pemangku kepentingan, menjalankan k omunikasi dengan publik internal dan eksternal, sebagai pusat  informasi perusahaan, dan sebagai pusat layanan  informasi.
Bagaimana dengan prakteknya? Dalam rapat rutin dengan jajaran manajemen atas, kehadiran manajer senior   komunikasi korporat bersifat fakultatif. Komunikasi korporat cukup untuk mengetahui isu- isunya saja, sebagai materi untuk melak- sanakan tugas sebagai salah satu juru bica ra perusahaan. Sementara dari Sekper (yang menjadi induk   komunikasi korporat) yang wajib hadir adalah Sekper itu sendiri, hu- bungan kelembagaan dan hubungan investor.
Meski mendapat pengakuan secara informal, namun pengakuan formal tetap merupakan sesuatu yang penting, karena pengakuan formal akan dapat me- maksimalkan kerja   komunikasi korporat. Kurangnya pengakuan formal dapat me- ngakibatkan terjadinya tumpang tindih dengan fungsi lain dalam  organisasi. Tumpang tindih mengakibatkan   komu- nikasi korporat tidak dapat maksimal menjalankan peran manajerial. Dalam kebijakan terkait etika penggunaan media sosial, terjadi tumpang tindih kewenangan antara   komunikasi korporat dengan SDM terkait pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi kebijakan. Komunikasi korporat berpandangan hal tersebut merupakan kewenangan SDM, karena kebijakan tersebut merupakan peraturan kepegawaian.
Selain itu dalam peraturan tersebut ada pasal yang mengatur tentang sanksi dan penghargaan bagi pegawai yang belum dirumuskan dengan detil. Komunikasi korporat tidak berwenang untuk memberikan sanksi dan penghargaan. Untuk pelaksanaan kebijakan, komunikasi korporat memang melakukan apa yang tercantum dalam kebijakan terkait etika penggunaan media sosial namun itu masih dilakukan secara individual. Dari pengamatan penulis, hanya satu staf   komunikasi korporat yang relatif sering memposting informasi berkaitan dengan perusahaan di akun pribadi miliknya. Sedangkan untuk pengawasan kebijakan, tidak tertulis hal tersebut menjadi kewajiban siapa. Alhasil tumpang tindih ini membuat evaluasi mengenai kebijakan terkait etika penggunaan media sosial masih belum berjalan.
Ukuran departemen PR dalam sebuah  organisasi juga memengaruhi apakah departemen PR dapat melaksanakan peran manajerial. Jumlah personel bidang   komunikasi korporat PT PLN Persero adalah 10 orang, terdiri dari satu orang manajer senior, tiga deputi manajer (sub- bidang strategi  komunikasi, sub-bidang hubungan internal, dan sub-bidang hubungan eksternal/PR), dan enam staf. Untuk staf yang paling banyak adalah di hubungan eksternal yakni empat orang. Sementara untuk hubungan internal dan strategi k omunikasi, masing-masing hanya satu staf. Praktisi senior yang berada dalam departemen PR yang kecil dengan staf yang relatif sedikit cenderung menghadapi keadaan yaitu mereka harus  menyelesaikan banyak tugas, mulai dari aktivitas keseharian hingga aktivitas jangka panjang. Hal itu menyulitkan PR untuk bisa berkonsentrasi penuh kepada isu yang mungkin memungkinkan PR memberikan kontribusi yang lebih signifi kan pada tingkat manajerial.
 Sudah banyak kasus yang terjadi bahwa konsentrasi dan waktu tim PR internal sudah tersita untuk mengerjakan tugas-tugas k omunikasi rutin, sehingga mereka tidak memiliki waktu untuk memberikan kontribusi strategis bagi  organisasi. Dari data yang penulis peroleh, prioritas dari   komunikasi korporat PLN adalah melakukan hubungan kepada publik- publik eksternal dan diseminasi  informasi. Dalam program kerja dua tahun terakhir, yakni tahun 2011 dan 2012 juga didominasi kegiatan-kegiatan diseminasi i nformasi perusahaan kepada publik. Untuk kegiatan internal yang berkaitan dengan penguatan peran manajerial bidang   komunikasi korporat hanya satu yakni pengembangan pengelolaan kliping pemberitaan media berbasis web.
Poin terakhir adalah melakukan komunikasi dua arah dan simetris. Ber dasarkan konsep Excellence PR, komunikasi dua arah dilakukan terhadap pihak-pihak yang akan terpengaruh sebelum dan sesudah keputusan perusahaan ditetapkan. Perihal kebijakan terkait etika penggunaan media sosial, pihak yang paling terpengaruh adalah pegawai (kalangan internal). Bagaimana  komunikasi yang dilakukan bidang   komunikasi korporat dengan pegawai selama penyusunan kebijakan ini? Ketika hendak merumuskan kebijakan, tidak semua pegawai diajak berkomunikasi, namun melalui sampel saja yakni anggota mailing list yang terdiri dari pegawai muda PLN.
Pada saat kebijakan sudah selesai, cara mengomunikasikannya adalah satu arah yakni melalui surat elektronik dan majalah internal “Fokus”. Komunikasi korporat mengirimkan melalui email. Memang, dalam beberapa kali terbitan majalah “Fokus” membahas tentang media sosial, meski tidak secara spesifi k membahas kebijakan tersebut. Hal tersebut menunjukkan upaya   komunikasi korporat memberikan pemahaman kepada pegawai tentang pentingnya media sosial. Kebijakan terkait etika penggunaan media sosial juga disampaikan melalui pertemuan- pertemuan internal. Pesannya tidak secara spesifik tentang peraturan, tetapi sekadar mengingatkan bahwa pegawai bisa memberikan nilai tambah kepada perusahaan melalui media sosial. Pelaku yang menjadi komunikator tidak harus dari komunikasi korporat, namun bisa juga dari pihak lain bahkan Direktur Umum.
Bidang   komunikasi korporat menilai  komunikasi satu arah yang mereka lakukan sudah cukup, karena tujuannya adalah pegawai sekadar mengerti tentang kebijakan ini. Kebijakan ini bukan merupakan kebijakan dengan nilai urgensi yang tinggi berbeda dengan kebijakan mengenai peraturan kepegawaian misalnya sehingga pengomunikasian kepada para pegawai tidak perlu terlalu intensif.