Sabtu, 16 April 2016

Ilmu Kalam



BAB I
PENDAHULUAN
1.   Latar Belakang Masalah
Ilmu kalam adalah ilmu yang membicarakan tentang wujudnya Allah SWT, sifat-sifat yang mesti ada pada-Na, sifat-sifat yang tidak ada pada-Nya dan sifat-sifat yang mungkin ada pada-Nya dan membicarakan tentang Rasul-rasul Allah, untuk menetapkan kerasulannya dan mengetahui sifat-sifat yang mesti ada padanya, dan sifat-sifat yang tidak mungkin ada padanya dan sifat-sifat yang mungkin terdapat padanya. Ilmu kalam menurut Ibnu Kaldhun adalah ilmu yang berisi alasan–alasan mepertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan dalil–dalil fikiran dan berisi bantahan terhadap orang–orang yang menyeleweng dari kepercayaan–kepercayaan aliran golongan salaf dan ahli sunnah. Sedangkan menurut Muhammad Abduh berpendapat bahwa ilmu kalam adalah ilmu yang membicarakan tentang tuhan (Allah) dan membicarakan pula tentang rasul-rasul tuhan serta membicarakan sifat-sifat yang melekat pada tuhan maupun Rasul-Nya baik berupa sifat-sifat wajib, sifat-sifat muhal maupun sifat-sifat Jaiz.
Era ini banyak generasi muda ataupun masyarakat Islam yang masih belum mengetahui tentang makna ilmu kalam. Misal ketika pembelajaran berlangsung di bangku perkuliahan. Ketika dosen bertanya kepada mahasiswa tentang hal – hal yang berkaitan dengan Ilmu Kalam maka hanya 10 % diantara mereka yang bisa menjawab. Itupun hanya jawaban sederhana yang belum memiliki paham yang mendalam. Bisa jadi hal itu disebabkan oleh status pendidikan mereka sebelumnya tidak di pondok pesantren, atau sekolah madrasah. Di bangku Sekolah Menengah Atas pada umumnya memang tidak membahas kajian Ilmu Kalam ini. Penulisan ini diharapakan dapat menambah pengetahuan mahasiswa tentang Ilmu Kalam. Penulis sengaja menulis makalah ini sesederhana mungkin agar mudah dipahami oleh mahasiswa pemula yang mempelajari Ilmu Kalam.

 2.      Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang dikemukan di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah dalam pembahasan ini. Adapun masalah-masalah yang dapat diidentifikasi tersebut sebagai berikut, (1) banyaknya masyarakat ataupun mahasiswa tidak mengetahui hal-hal yang dibahas dalam ilmu kalam, (2) banyak mahasiswa tidak memahami ruang lingkup ilmu kalam dan alir-alirannya. Masalah ini disebabkan oleh kurangnya minat masyarakat dan mahasiswa untuk mempelajari studi ilmu kalam, selain itu kurangnya pemahaman ataupun pengetahuan pada ilmu kalam.
            Dari beberapa masalah yang telah teridentifikasi, maka perlu dilakukan pembatasan masalah. Masalah yang dimaksud sebatas apa defenisi ilmu kalam, ruang lingkup, aliran-aliran serta persoalan-persoalan yang terdapat dalam ilmu kalam. Dengan demikian, rumusan masalah yang dikemukan pada makalah ini adalah sebagai berikut:
A.    Apa Defenisi Ilmu Kalam?
B.     Jelaskan Bagaimana Sebab-Sebab Berdirinya Ilmu Kalam?
C.     Jelaskan Bagaimana Ruang Lingkup Ilmu Kalam?
D.    Jelaskan Aliran-Aliran Ilmu Kalam?
E.     Sebutkan Beberapa Persoalan Ilmu Kalam!

3.      Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka kami mempunyai tujuan dalam menulis makalah ini yaitu untuk mengetahui apa itu ilmu kalam dan ruang lingkupnya, dan apa saja personal-persoalan yang menyangkut ilmu kalam.
4.      Manfaat Penulisan
Dengan menulis makalah tentang ilmu kalam ini pastilah mempunyai manfaat seperti, kita mengetahui apa defenisi dan ruang lingkup ilmu kalam, mengetahui apa saja personal-persoalan yang terdapat dalam ilmu kalam.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Defenisi Ilmu Kalam
Ilmu kalam adalah ilmu yang membicarakan tentang wujudnya Allah SWT, sifat-sifat yang mesti ada pada-Na, sifat-sifat yang tidak ada pada-Nya dan sifat-sifat yang mungkin ada pada-Nya dan membicarakan tentang Rasul-rasul Allah, untuk menetapkan kerasulannya dan mengetahui sifat-sifat yang mesti ada padanya, dan sifat-sifat yang tidak mungkin ada padanya dan sifat-sifat yang mungkin terdapat padanya.
Ilmu kalam menurut Ibnu Kaldhun adalah ilmu yang berisi alasan – alas an mepertahankan kepercayaan -  kepercayaan iman dengan menggunakan dalil – dalil fikiran dan berisi bantahan terhadap orang – orang yang menyeleweng dari kepercayaan – kepercayaan aliran golongan salaf dan ahli sunnah. Sedangkan menurut Muhammad Abduh berpendapat bahwa ilmu kalam adalah ilmu yang membicarakan tentang tuhan (Allah) dan membicarakan pula tentang rasul-rasul tuhan serta membicarakan sifat-sifat yang melekat pada tuhan maupun Rasul-Nya baik berupa sifat-sifat wajib, sifat-sifat muhal maupun sifat-sifat Jaiz.
Berdasarkan batasan tersebut tampak terlibat bahwa Ilmu Kalam (theolpgi) adalah ilmu yang pada intinya berhubungan dengan masalah ketuhanan. Namun pada perkembangan selanjutnya ilmu theology berbicara tentang berbagai masalah tentang keimanan seperti iman, kufur, musyrik, murtad, masalah kehidupan akhirat dan berbagai kenikamatan dan penderitaanny, serta hal-hal yang berkaitan dengan kalamullah yakni Al-Qur’an, status orang-orang yang tidak beriman dan lain sebagainya. Sejalan dengan perkembangan ruang lingkup pembahasan ilmu ini, maka theology dinamai pula ilm u tauhid, ilmu ushuluddin, ilmu ‘aqoid, dan ilmu ketuhanan.
Dari beberapa pendapat diatas segera dapat diketahui bahwa theology adalah ilmu yang secara khusus membahas tentang masalah yang berkaitan dengannya berdasarkan dalil-dalil yang menyakinkan. Dengan demikian, orang yang mempelajarinya dapat mengetahui bagaimana carra-cara untuk memiliki keimanan dan bagaimana menjaga keimanan tersebut.

Assyihristiani berkata sebagai berikut “setelah ulama – ulama Mu’tadzilah mempelajari kitab – kitab filsafat yang diterjemahkan pada masa Al Ma’mun, mereka mempertemukan cara sistem ilmu kalam dan dijadikan ilmu yang berdiri sendiri dan dinamakannya Ilmu Kalam. Sejak itu dipakailah perkataan al kalam untuk ilmu yang bediri sendiri.
Ilmu ini dinamakan Ilmu Kalam karena :
1.      Persoalan terpenting yang menjadi pembicaraan abad – abad permulaan hijriah ialah “firman tuhan” (kalam Allah)
2.      Dasar ilmu kalam ialah dalil – dalil fikiran dan pengaruh dalil – dalil ini nam[ak jelas dalam pembicaraan – pembicaraan para mutakallimin.
3.      Karena cara pembuktian kepercayaan – kepercayaan agama menyerupai logika dalam filsafat, maka pembuktian dalam soal – soal agama ini dinamai ilmu kalam untuk membedakan dengan logika dalam filsafat.
Ilmu kalam disebut juga dengan ilmu tauhid yaitu ilmu yang mengesakan Allah SWT. Selain itu Ilmu tauhid juga dinamakan Ilmu Aqa’id atau ilmu ushuludin. Hal ini dapat dimengerti, karena persoalan, kepercayaan yang menjadi pokok ajaran agama itulah yang menjadi pokok pembicaraanya.      
B.     Sebab-Sebab Berdirinya Ilmu Kalam
Sebab-sebab dari dalam
1.      Al-Qur’an sendiri disamping ajakannya kepada tauhid dan mempercayai kenabian dan hal-hal lain yang berhubungan dengan itu, menyinggung pula golongan-golongan dan agama-agama yang ada pada masa Nabi Muhammad SAW, yang mempunyai kepercayaan-kepercayaan yang tidak benar. Alasan Al-Qur’an tidak membenarkan kepercayaan mereka adalah:
v  Golongan yang mengingkari agama da adanya Tuhan dan mereka mengatakan bahwa yang menyebabkan kebinasaan dan kerusakan hanyalah waktu saja
v  Golongan – golongan syirik, yang menyembah bintang – bintang, bulan, matahari , yang mepertuhakankan Nabi Isa dan Ibunya yang menyembah berhala – berhala
v  Golongan yang tidak mempercayai akan keutusan Nabi – nabi dan tidak mempercayai kehidupan kembali di akhirat nanti.
v  Golongan yang mengatakan bahwa semua yang terjadi didunia ini adalah perbuatan Tuhan semuanya  dengan tidak ada campur tangan manusia ( yaitu orang – orang yang munafik)
Tuhan membantah alasan – alasan dan perkatan – perkataan mereka semua dan juga memerintahkan nabi Muhammad SAW untuk tetap menjalankan dakwahnya sambil menghadapi alasan – alasan mereka yang tidak percaya dengan cara yang halus. Firman Allah dalam surat An – Nahl 125



Artinya : “Ajakalah mereka kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasehat – nasehat yang baik – baik dan bantahlah mereka itu dengan jalan yang lebih baik”
2.      Ketika kaum muslimin selesai membuka negeri – negeri baru untuk masuk Islam, mereka mulai tentram dan tenang fikirannya, disamping melimpah – limpahnya rezeki. Pada mulanya agama itu hanyalah merupakan kepercayan – kepercayaan yang kuat dan sederhana, tidak perlu diperselisihkan dan tidak memerluka penyelidikan. Penganut – penganutnya menerima bulat – bulat apa yang diajarkan agama, kemudian dianutnya dengan sepenuh hatinya tanpa memerlukan penyelidikan dan pemilsafatan.
3.      Sebab – sebab yang ketiga ada;ah soal – soal politik. Contoh yang tepat untuk ini adalah soal khilafat (pimpinan pemerintahan Negara). Ketika Rasulullah meninggal dunia, beliau tidak mengangkat seorang pengganti, tidak pula menentukan cara pemilihan penggantinya.Karena itu terjadi perselisihan antara Kaum Muhajirin dan Anshar. Tapi akhirnya masalah itu masalah itu bisa diselsaikan dengan diangkatnya Usman Bin Affan.


Sebab – sebab dari luar
1.      Banyak diantara pemeluk – pemeluk agama Islam yang mula – mula mereka beragama Yahudi, Masehi, dan lain – lain, bahkan diantaranya ada yang sudah jadi pakar di agama mereka dulu. Jadi setealh mereka memeluk Islam ia kembali mengingat – ingat ajaran agamanya dahulu, dan dimasukkan kedalam ajaran – ajaran Islam. Karen itu didalam buku – buku aliran yang kita temui sekarang yang pendapat – pendapat nan jauh dari ajaran Islam yang sebenarnya.
2.      Golongan Islam yang dulu, memusatkan perhatiaa untu penyiaran Islam dan membantah alasan – alasan mereka yang memusuhi Islam.  Mereka tidak akan bisa menghadapi lawan – lawannya kalau mereka itu sendiri tidak mengetahui pendapat – pendapat lawan – lawan tersebut. Dengan demikian mereka harus menyelami pendapat – pendapat tersebut. Dan pada akhirnya negeri Islam menjadi arena perdebatan bermacam – macam pendapat.
3.      Para mutakallimin hendak mengimbangi lawan – lawannya yang menggunakan filsafat, maka mereka terpaksa mempelajari logika dan filsafat, terutama segi ketuhanan.. Karena Annazam membaca buku Aristoteles dan membantah beberapa pendapatnya. Demikian pula Abu Huzail Al Allaf (juga tokoh mu’tazilah)
Sampai disini kita membicarakan faktor – faktor yang menyebabkan timbulnya Ilmu Kalam. Baik factor dari dalam maupun dari luar. Siapa yang mengatakannya bahwa Ilmu Kalam itu ilmu Islam murni yang tidak terpengaruh  oleh filsafat dan agama – agama lain, maka tidak benar. Yang mengatakan bahwa Ilmu kalam timbul dari filsafat yunani semata – mata juga tidak benar, karena Islam  menjadi dasar – dasarnya dan sumber pembicaraan.  Ayat – ayat Qur’an banyak dijadikan dalil disamping filsafat Yunani. Sebenarnya Ilmu Kalam itu campuran dari Ilmu Keislaman dan filsafat Yunani, tetapi kepribadian kaum muslimin didalam ilmu ini lebih kuat.
C.     Ruang Lingkup Ilmu Kalam
Micahel Fourcautl (w.1984 M) menjelaskan menjelaskan bahwa pengetahuan (gagasan, pemikiran) dan kekuasaan (aktor) mempunyai hubungan terpilin yang berjalan secara sinergis dan kompleks dalam suatu komunitas. Hal ini berarti bahwa gagasan atau pemikiran seeorang merupakan cermin atau refleksi seseorang akan realitas sosiologis yang tengah terjadi.
Dengan demikian, pemikiran seseorang, pada titik tertentu, dapat dijadikan vantage point untuk melihar realitias sosiologis pada konteks dan kurun waktu tertentu. Berdasarkan kerangka pemikiran ini, Upaya untuk mengetahui konstruksi ruang lingkup pembahasan ilmu kalam dapat dilakukan dengan melacaknya dari produk – produk pemikiran yang dicetuskan oleh para aktor dalam realitas kesejahteraanya.
Ruang lingkup pembahasan Ilmu kalam dalam perspektif Al – Ghazali dapat kita lacak dalam tulisan – tulisannya seperti Ihya Ulum al Din, Qawa’id al – aqa’id fi al – tauhid, dan al – Risalah Al – Qudsiyyah fi Qawaid al – Aqa’id Dalam tulisannya tersebut al Ghazali menjelaskan bahwa terdapat tiga subjek pembahasan Ilmu kalam, yaitu:
1.      Tentang tuhan dengan segala sifat-Nya mencakup tiga pembahasan:
a.       Tentang zat tuhan, meliputi pokok masalah: mengetahui wujud Tuhan, keqadiman-Nya, kekekalan-Nya, bahwa Tuhan bukan esensi (jauhar), bukan jisim, bukan aksiden (‘ard), tidak dikenai arah tertentu, tidak menempati ruang tertentu, bersifat esa dan bisa dilihat dengan mata kepala di akhirat kelak.
b.      Tentang sifat yang berkaitan dengan zat-Nya, meliputi pokok masalah, seperti: Tuhan Maha Mengetahui,  Maha Mendengar , dan seterusnya.
c.       Tentang sifat perbuatan-Nya yang berhubungan dengan makhluk ciptaan Tuhan, pengangkatan rasul merupakan hak-Nya dan bukan kewajiban, Tuhan berhak untuk membebani  makhluk di atas batas kemampuan-Nya.
2.      Tentang kenabian. Berkenaan dengan misalnya, kenabian tidak bertentangan dengan hukum akal, bahkan manusia membutuhkannya bagaikan kebutuhan orang sakit kepada dokter, kenabian Muhammad SAW. Adalah sebagai nabi terakhir dan perombak bagi ajaran sebelumnya.
3.      Tentang hari akhir, meliputi antara lain: keyakinan adanya makhyar hari dikumpulkannya manusia setelah kematian, pertanyaan malaikat Munkar Nakir di kubur, adanya siksa kubur, timbangan amal, sirat al-mustaqim dan lainnya.




D.    Aliran-Aliran Ilmu Kalam
1.      Aliran Khawarij
Khawarij berasal dari kata kharaja yang berarti ‘keluar’, ditujukan bagi setiap orang yang keluar dari imam yang hak dan telah disepakati para jama’ah, baik ia keluar pada masa Khulafaur Rasyidin maupun masa tabi’in secara baik-baik
2.      Aliran Mu’tazilah
Mu`tazilah sebagai aliran teologi memiliki akar dan produk pemikiran tersendiri, yang dimaksud akar pemikiran di sini adalah dasar dan pola pemikiran yang menjadi landasan pemahaman dan pergerakan mereka. Sedangkan yang dimaksud produk pemikiran adalah konsep-konsep yang dihasilkan dan dasar pola pemikiran yang mereka yakini tersebut.
3.      Aliran Asy’ariyah
Tokoh aliran ini Abu Hasan Al-Asy’ari yang lahir di Basrah pada tahun 873 M dan wafat tahun 935 M. Pada mulanya Al-Asy’ari adalah murid Al-Jubba’i salah seorang tokoh terkemuka aliran mu’tazilah. Walaupun Al-Asy’ari telah berpuluhan tahun menganut paham mu’tazilah akhirnya ia meninggalkan aliran mu’tazilah dengan alasan:
a)      Al-asy’ari bermimpi, dalam mimpinya itu Nabi Muhammad SAW mengatakan kepadanya bahwa mazhab Ahli Hadits-lah yang benar, dan mazhab mu’tazilah salah.
b)      Al-Asy’ari berdebat dengan gurunya Al-Jubba’i, dan dalam perdebatannya itu Al-Jubba’i tak dapat menjawab tantangan Al-Asy’ari sebagai muridnya.
4.      Aliran Salafiyah
          Aliran ini muncul sebagai kelanjutan dari pemikiran Ahmad bin Hambalyang kemudian pemikirannya diformulasikan secara lebih lengkap oleh Ahmad Ibn Taymiyah.
5.      Aliran Murji’ah
Murji’ah berasal dari bahasa arab yang berarti menunda atau dari kata raja’a yang berarti mengharapkan. Murjiah adalah bentuk isim fail dari kata tersebut di atas, berarti orang yang menunda atau orang yang mengharapkan. Dalam arti yang pertama dimaksudkan berarti golongan atau paham yang menanggungkan keputusan sesuatu hal (mulanya persoalan yang berbuat dosa besar) nanti dikelak kemudian hari disisi Allah. Sedang pengertian dalam arti yang kedua Murjiah ialah golongan yang mengharapkan ampunan dari Tuhan atas kesalahan dan dosanya (asal persoalan adalah orang mukmin yang berbuat dosa besar, mati sebelum bertobat).

6.      Aliran Syi’ah
Akar kata Syi’ah bermakna pihak, puak dan kelompok, yang diambil dari kata Syayya’a yang memiliki arti berpihak. Aliran ini menunjukkan pengikut Ali dalam hubungannya dengan peristiwa pergantian kekhalifahan setelah Rasulullah wafat.

E.     Studi kritis ilmu kalam
Secara garis besar, titik kelemahan ilmu kalam yang menjadi sorotan para pengkritiknya berputar pada tiga aspek :
a.       Aspek Epistomologi
Pada pembahasan ini adalah cara yang digunakan oleh para pemuka aliran kalam dalam menyelesaikan persoalan kalam, terutama ketika mereka menafsirkan Al-Qur’an.
b.      Aspek Ontologi
Harus diakui bahwa diskursus alira-aliran kalam yang ada hanya berkisar pada persoalan-persoalan ketuhanan dan yang berkaitan dengannya yang terkesan “mengawang-awang” dan jauh dari persoalan kehidupan umat manusia. Kalaupun tetap dipertahankan diskursus aliran kalam juga menyentuh persoalan kehidupan manusia, persoalan itu adalah sesuatu yang terjadi pada masa lampau, yang nota bennya berbeda dengan persoalan-persoalan kehidupan manusia masa kini. Dengan demikian, ilmu kalam tidak dapat diandalkan untuk memecahkan masalah.
c.       Aspek Aksiologi
Kritikan yang dialamatkan pada aspek Aksiologi ilmu kalam juga menyentuh persoalan-persoalan kehidupan manusia masa kini. Dengan demikian, ilmu kalam tidak dapat diandalkan untuk memecahkan persoalan-persoalan. Al- Ghazali, sebagai seorang tokoh ahli kalam klasik, dapat disebut sebagai cendekiawan muslim yang mempermasalahkan hal ini. Ia tidak serta menolak ilmu kalam, tetapi menggaris bawahi keterbatasan-keterbatasan ilmu ini sehingga berkesimpulan bahwa ilmu ini tidak dapat mengantarkan manusia untuk mendekati tuhan. Hanya kehidupan sufi-lah yang dapat mengantarkan seseorang dekat dengan tuhan. Mungkin karena diantara alasan ini pula, Ibnu Taimiyah dengan penuh semangat menganjurkan kaum muslimin untuk menjahui ilmu kalam.



F.      Pembahasan Ilmu Kalam Menurut Sistem Mutakalim
Meskipun mutakillimin menggunakan akal untuk mencari Tuhan tetapi mereka tidak puas, karena ada hal-hal yang di luar jangkauan kekuasaan akal manusia, yaitu masalah dogma. Menurut orang-orang barat, dogma itu berada di bawah akal, agar dihukumi oleh akal, maka rahasia dogma itu menjadi tidak rahasia akal, kemudian ditolaknya. Tauhid adalah berbeda dengan dogma. Sebab dengan akal, manusia mencari Tuhan, dengan jalan memperhatikan alam semesta.
Ada beberapa pendapat menurut nash-nash mutasyabihat :
1.      Golongan salaf ; mempercayai sepenuhnya kapada nash-nash mutasyabihat. Tetapi mereka menyerahkan maksud yang sebenarnya kepada Allah. Mereka percaya pada يد ا لله, tangan Allah, tetapi keadaan-Nya berbeda dengan tangan manusia. Maksud sebenarnya mereka serahkan sepenuhnya kepada Allah.
2.      Golongan Mu’atthilah ; berpendapat bahwa kalimat-kalimat yang mengandung sifat-sifat Allah yang tampaknya serupa dengan sifat-sifat makhluk-Nya yang terdapat pada nash-nash mutasyabihat, harus dinafikan (ditiadakan) dari Allah bersifat semacam itu. Agar dengan demikian dapat dengan sungguh-sungguh mentaqdiskan atau mensucikan Allah dari serupa dengan makhluk-Nya.
3.      Golongan Mujassimah atau Musyabbihah. Golongan ini dipimpin oleh Dawud Al-Jawariby dan Hisyam bin Hakam Ar-Rafidly. Mereka berpendapat bahwa ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi mengenai nash-nash mutasyabihat harus diartikan menurut lahirnya (letterlijk) saja.
4.      Golongan Khalaf ; mempercayai bahwa nash-nash mutasyabihat itu menerangkan tentang sifat-sifat Allah yang tampaknya menyerupai dengan makhluk-Nya itu, adalah kalimat-kalimat majaz. Oleh karena itu harus di takwilkan sesuai dengan sifat keagungan dan kesempurnaan-Nya. Seperti :
a.       يد ا لله – diartikan kekuasaan Allah.
b.      وجه الله – diartikan Dzat Allah.
c.       من في السماء – diartikan Dzat yang mengusai langit.



Adapun sebab-sebab golongan salaf tidak mengadakan takwil itu ialah :
a.       Pembahasan nash-nash mutasyabihat itu tidak memberi manfaat bagi orang awam.
b.      Segala yang berhubungan dengan Dzat dan sifat Allah, adalah di luar akal yang tidak mungkin manusia dapat mencapai-Nya, kecuali dengan jalan mengqiyasakan Allah pada sesuatu. Ini adalah kesalahan yang sangat besar.
Adapun system mutakallimin ialah beriman kepada Allah dan segala apa yang dibawa oleh Rasul-Nya. Akan tetapi mereka perkuat dengan dalil-dalil akal yang disusun secara mantiq.
Mengenai nash-nash mutasyabihat, para mutakallimin tidak merasa puas dengan beriman secara ijmaly saja, tanpa mengadakan takwil. Maka mereka mengumpulkan nash-nash yang pada lahirnya bertentangan, seperti nash-nash yang diterministis, indeterministis, dan antropomorphistis.
Mereka mentakwilkan nash-nash tersebut dan takwilan itu adalah ciri khusus daripada mutakallimin. Mentakwilkan nash-nash ini member kebebasan pada akal untuk membahas dan memikirkannya.

G.    Metode Pemikiran Menurut Golongan-Golongan
a.       Metode Mu’tazilah dalam menemukan dalil ‘aqidah
Dalam menemukan dalil untuk menetapkan aqidah, Mu’tazilah berpegang pada premis-premis logika, kecuali dalam masalah-masalah yang tidak dapat diketahui selain dengan dalil naqli (teks) kepercayaan mereka terhadap kekuatan akal hanya dibatasi oleh penghormatan mereka terhadap perintah-perintah syara’.
b.      Metode berpikir Al-maturidi
Al-maturidi berpegang pada keputusan akal pikiran dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan syara’. Sebaliknya jika hal itu bertentangan dengan syara’ maka akal harus tunduk kepada keputusan syara’.
c.       Metode berpikir salaf
Menempatkan akal berjalan dibelakang dalil naqli, mendukung dan menguatkannya. Akal tidak berdiri sendiri untuk dipergunakan menjadi dalil, tetapi ia mendekatkan ma’na-ma’na nash.
Perkembangan Ilmu Kalam.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Ilmu kalam menurut Ibnu Kaldhun adalah ilmu yang berisi alasan – alas an mepertahankan kepercayaan -  kepercayaan iman dengan menggunakan dalil – dalil fikiran dan berisi bantahan terhadap orang – orang yang menyeleweng dari kepercayaan – kepercayaan aliran golongan salaf dan ahli sunnah. Sedangkan menurut Muhammad Abduh berpendapat bahwa ilmu kalam adalah ilmu yang membicarakan tentang tuhan (Allah) dan membicarakan pula tentang rasul-rasul tuhan serta membicarakan sifat-sifat yang melekat pada tuhan maupun Rasul-Nya baik berupa sifat-sifat wajib, sifat-sifat muhal maupun sifat-sifat Jaiz.
Sebab-sebab berdirinya ilmu kalam terdapat sebab-sebab dari dalam dan dari luar. Ruang lingkup Ilmu kalam sangat luas, terdapat tokoh-tokoh menjelaskan seperti, Michel Foucault, Syahrastani yang terdapat dalam bukunya. Ilmu kalam mempunyai aliran-aliran seperti, aliran Khawarij, aliran Mu’tazilah, aliran Asy’ariyah, aliran Syi’ah, dan aliran Murji’ah. Dalam ilmu kalam terdapat studi kristis yang terdiri beberapa aspek seperti, aspek Epistomologi, aspek Ontologi, dan aspek Aksiologi. Pembahasan ilmu kalam menurut sistem mutakalim, ada beberapa pendapat dari golongan seperti, golongan salaf, golongan mu’attahilah, golongan mujassimah atau musyabbihah dan golongan khalaf. Metode pemikiran menurut golongan-golongan ada tiga yakni, metode Mu’tazilah dalam menemukan dalil ‘aqidah, metode berpikir Al-maturidi, dan metode berfikir Salaf.

B.     Saran
Penulis menyadari  makalah ini jauh dari kesempurnaan. Seperti penulisan yang kurang tepat, tata bahasa tidak sesuai dengan ejaan yang disempurnakan atau pembahasan yang kurang lengkap, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang mendukung agar penulisan makalah untuk kedepan lebih baik dan lengkap. Penulis berharap makalah ini bisa menjadi buku pegangan sederhana bagi pembaca dalam menjalani proses pembelajaran selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA
Hanafi, Ahmad. 1974. Thoelogi Islam (Ilmu Kalam). Jakarta: Bulan Bintang
In’am Esha, Muhammad. 2010. Falsafah Kalam Sosial. Malang: UIN-MALIKI PRESS
Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta:
UI-Press
Nata, Abuddin. 2004. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo
Hanafi, Ahmad. 1983 . Theology Islam: Ilmu Kalam. Jakarta: Bulan Bintang
Nata, Abuddin. 1998. Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf. Jakarta: PT RajaGrafindo
http://belajarbarengerikpujianto.blogspot.com/2013/01/ilmu-kalam.html
http://elfanhidayat.blogspot.com/2011/03/sistematika-dan-metode-pembahasan-ilmu.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar