BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Masalah
Ilmu
kalam adalah ilmu yang membicarakan tentang wujudnya Allah SWT, sifat-sifat
yang mesti ada pada-Na, sifat-sifat yang tidak ada pada-Nya dan sifat-sifat
yang mungkin ada pada-Nya dan membicarakan tentang Rasul-rasul Allah, untuk
menetapkan kerasulannya dan mengetahui sifat-sifat yang mesti ada padanya, dan
sifat-sifat yang tidak mungkin ada padanya dan sifat-sifat yang mungkin
terdapat padanya. Ilmu kalam menurut Ibnu Kaldhun adalah ilmu yang berisi
alasan–alasan mepertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan
dalil–dalil fikiran dan berisi bantahan terhadap orang–orang yang menyeleweng
dari kepercayaan–kepercayaan aliran golongan salaf dan ahli sunnah. Sedangkan menurut Muhammad Abduh
berpendapat bahwa ilmu kalam adalah ilmu yang membicarakan tentang tuhan
(Allah) dan membicarakan pula tentang rasul-rasul tuhan serta membicarakan
sifat-sifat yang melekat pada tuhan maupun Rasul-Nya baik berupa sifat-sifat
wajib, sifat-sifat muhal maupun sifat-sifat Jaiz.
Era ini banyak generasi muda ataupun
masyarakat Islam yang masih belum mengetahui tentang makna ilmu kalam. Misal
ketika pembelajaran berlangsung di bangku perkuliahan. Ketika dosen bertanya
kepada mahasiswa tentang hal – hal yang berkaitan dengan Ilmu Kalam maka hanya
10 % diantara mereka yang bisa menjawab. Itupun hanya jawaban sederhana yang
belum memiliki paham yang mendalam. Bisa jadi hal itu disebabkan oleh status
pendidikan mereka sebelumnya tidak di pondok pesantren, atau sekolah madrasah.
Di bangku Sekolah Menengah Atas pada umumnya memang tidak membahas kajian Ilmu
Kalam ini. Penulisan ini diharapakan dapat menambah pengetahuan mahasiswa
tentang Ilmu Kalam. Penulis sengaja menulis makalah ini sesederhana mungkin
agar mudah dipahami oleh mahasiswa pemula yang mempelajari Ilmu Kalam.
2. Permasalahan
Berdasarkan
latar belakang yang dikemukan di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah
dalam pembahasan ini. Adapun masalah-masalah yang dapat diidentifikasi tersebut
sebagai berikut, (1) banyaknya masyarakat ataupun mahasiswa tidak mengetahui
hal-hal yang dibahas dalam ilmu kalam, (2) banyak mahasiswa tidak memahami
ruang lingkup ilmu kalam dan alir-alirannya. Masalah ini disebabkan oleh
kurangnya minat masyarakat dan mahasiswa untuk mempelajari studi ilmu kalam,
selain itu kurangnya pemahaman ataupun pengetahuan pada ilmu kalam.
Dari beberapa masalah yang telah
teridentifikasi, maka perlu dilakukan pembatasan masalah. Masalah yang dimaksud
sebatas apa defenisi ilmu kalam, ruang lingkup, aliran-aliran serta
persoalan-persoalan yang terdapat dalam ilmu kalam. Dengan demikian, rumusan
masalah yang dikemukan pada makalah ini adalah sebagai berikut:
A. Apa
Defenisi Ilmu Kalam?
B. Jelaskan
Bagaimana Sebab-Sebab Berdirinya Ilmu Kalam?
C. Jelaskan
Bagaimana Ruang Lingkup Ilmu Kalam?
D. Jelaskan
Aliran-Aliran Ilmu Kalam?
E. Sebutkan
Beberapa Persoalan Ilmu Kalam!
3. Tujuan
Penulisan
Berdasarkan
latar belakang dan rumusan masalah di atas maka kami mempunyai tujuan dalam
menulis makalah ini yaitu untuk mengetahui apa itu ilmu kalam dan ruang
lingkupnya, dan apa saja personal-persoalan yang menyangkut ilmu kalam.
4. Manfaat
Penulisan
Dengan
menulis makalah tentang ilmu kalam ini pastilah mempunyai manfaat seperti, kita
mengetahui apa defenisi dan ruang lingkup ilmu kalam, mengetahui apa saja
personal-persoalan yang terdapat dalam ilmu kalam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Defenisi
Ilmu Kalam
Ilmu
kalam adalah ilmu yang membicarakan tentang wujudnya Allah SWT, sifat-sifat
yang mesti ada pada-Na, sifat-sifat yang tidak ada pada-Nya dan sifat-sifat
yang mungkin ada pada-Nya dan membicarakan tentang Rasul-rasul Allah, untuk
menetapkan kerasulannya dan mengetahui sifat-sifat yang mesti ada padanya, dan
sifat-sifat yang tidak mungkin ada padanya dan sifat-sifat yang mungkin
terdapat padanya.
Ilmu
kalam menurut Ibnu Kaldhun adalah ilmu yang berisi alasan – alas an
mepertahankan kepercayaan - kepercayaan
iman dengan menggunakan dalil – dalil fikiran dan berisi bantahan terhadap
orang – orang yang menyeleweng dari kepercayaan – kepercayaan aliran golongan
salaf dan ahli sunnah. Sedangkan
menurut Muhammad Abduh berpendapat bahwa ilmu kalam adalah ilmu yang
membicarakan tentang tuhan (Allah) dan membicarakan pula tentang rasul-rasul
tuhan serta membicarakan sifat-sifat yang melekat pada tuhan maupun Rasul-Nya
baik berupa sifat-sifat wajib, sifat-sifat muhal maupun sifat-sifat Jaiz.
Berdasarkan batasan tersebut tampak
terlibat bahwa Ilmu Kalam (theolpgi) adalah ilmu yang pada intinya berhubungan
dengan masalah ketuhanan. Namun pada perkembangan selanjutnya ilmu theology
berbicara tentang berbagai masalah tentang keimanan seperti iman, kufur,
musyrik, murtad, masalah kehidupan akhirat dan berbagai kenikamatan dan
penderitaanny, serta hal-hal yang berkaitan dengan kalamullah yakni Al-Qur’an,
status orang-orang yang tidak beriman dan lain sebagainya. Sejalan dengan
perkembangan ruang lingkup pembahasan ilmu ini, maka theology dinamai pula ilm
u tauhid, ilmu ushuluddin, ilmu ‘aqoid, dan ilmu ketuhanan.
Dari beberapa pendapat diatas segera dapat diketahui bahwa theology adalah ilmu yang secara khusus membahas tentang masalah yang berkaitan dengannya berdasarkan dalil-dalil yang menyakinkan. Dengan demikian, orang yang mempelajarinya dapat mengetahui bagaimana carra-cara untuk memiliki keimanan dan bagaimana menjaga keimanan tersebut.
Dari beberapa pendapat diatas segera dapat diketahui bahwa theology adalah ilmu yang secara khusus membahas tentang masalah yang berkaitan dengannya berdasarkan dalil-dalil yang menyakinkan. Dengan demikian, orang yang mempelajarinya dapat mengetahui bagaimana carra-cara untuk memiliki keimanan dan bagaimana menjaga keimanan tersebut.
Assyihristiani
berkata sebagai berikut “setelah ulama – ulama Mu’tadzilah mempelajari kitab –
kitab filsafat yang diterjemahkan pada masa Al Ma’mun, mereka mempertemukan
cara sistem ilmu kalam dan dijadikan ilmu yang berdiri sendiri dan dinamakannya
Ilmu Kalam. Sejak itu dipakailah
perkataan al kalam untuk ilmu yang bediri sendiri.
Ilmu
ini dinamakan Ilmu Kalam karena :
1. Persoalan
terpenting yang menjadi pembicaraan abad – abad permulaan hijriah ialah “firman tuhan” (kalam Allah)
2. Dasar
ilmu kalam ialah dalil – dalil fikiran dan pengaruh dalil – dalil ini nam[ak
jelas dalam pembicaraan – pembicaraan para mutakallimin.
3. Karena
cara pembuktian kepercayaan – kepercayaan agama menyerupai logika dalam
filsafat, maka pembuktian dalam soal – soal agama ini dinamai ilmu kalam untuk
membedakan dengan logika dalam filsafat.
Ilmu
kalam disebut juga dengan ilmu tauhid yaitu ilmu yang mengesakan Allah SWT.
Selain itu Ilmu tauhid juga dinamakan Ilmu Aqa’id atau ilmu ushuludin. Hal ini
dapat dimengerti, karena persoalan, kepercayaan yang menjadi pokok ajaran agama
itulah yang menjadi pokok pembicaraanya.
B. Sebab-Sebab
Berdirinya Ilmu Kalam
Sebab-sebab
dari dalam
1. Al-Qur’an
sendiri disamping ajakannya kepada tauhid dan mempercayai kenabian dan hal-hal
lain yang berhubungan dengan itu, menyinggung pula golongan-golongan dan
agama-agama yang ada pada masa Nabi Muhammad SAW, yang mempunyai kepercayaan-kepercayaan
yang tidak benar. Alasan Al-Qur’an tidak membenarkan kepercayaan mereka adalah:
v Golongan
yang mengingkari agama da adanya Tuhan dan mereka mengatakan bahwa yang
menyebabkan kebinasaan dan kerusakan hanyalah waktu saja
v Golongan
– golongan syirik, yang menyembah bintang – bintang, bulan, matahari , yang
mepertuhakankan Nabi Isa dan Ibunya yang menyembah berhala – berhala
v Golongan
yang tidak mempercayai akan keutusan Nabi – nabi dan tidak mempercayai
kehidupan kembali di akhirat nanti.
v Golongan
yang mengatakan bahwa semua yang terjadi didunia ini adalah perbuatan Tuhan
semuanya dengan tidak ada campur tangan
manusia ( yaitu orang – orang yang munafik)
Tuhan
membantah alasan – alasan dan perkatan – perkataan mereka semua dan juga
memerintahkan nabi Muhammad SAW untuk tetap menjalankan dakwahnya sambil
menghadapi alasan – alasan mereka yang tidak percaya dengan cara yang halus.
Firman Allah dalam surat An – Nahl 125
Artinya
: “Ajakalah mereka kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasehat – nasehat
yang baik – baik dan bantahlah mereka itu dengan jalan yang lebih baik”
2. Ketika
kaum muslimin selesai membuka negeri – negeri baru untuk masuk Islam, mereka
mulai tentram dan tenang fikirannya, disamping melimpah – limpahnya rezeki.
Pada mulanya agama itu hanyalah merupakan kepercayan – kepercayaan yang kuat
dan sederhana, tidak perlu diperselisihkan dan tidak memerluka penyelidikan.
Penganut – penganutnya menerima bulat – bulat apa yang diajarkan agama,
kemudian dianutnya dengan sepenuh hatinya tanpa memerlukan penyelidikan dan
pemilsafatan.
3. Sebab
– sebab yang ketiga ada;ah soal – soal politik. Contoh yang tepat untuk ini
adalah soal khilafat (pimpinan pemerintahan Negara). Ketika Rasulullah
meninggal dunia, beliau tidak mengangkat seorang pengganti, tidak pula
menentukan cara pemilihan penggantinya.Karena itu terjadi perselisihan antara
Kaum Muhajirin dan Anshar. Tapi akhirnya masalah itu masalah itu bisa
diselsaikan dengan diangkatnya Usman Bin Affan.
Sebab
– sebab dari luar
1. Banyak
diantara pemeluk – pemeluk agama Islam yang mula – mula mereka beragama Yahudi,
Masehi, dan lain – lain, bahkan diantaranya ada yang sudah jadi pakar di agama
mereka dulu. Jadi setealh mereka memeluk Islam ia kembali mengingat – ingat
ajaran agamanya dahulu, dan dimasukkan kedalam ajaran – ajaran Islam. Karen itu
didalam buku – buku aliran yang kita temui sekarang yang pendapat – pendapat
nan jauh dari ajaran Islam yang sebenarnya.
2. Golongan
Islam yang dulu, memusatkan perhatiaa untu penyiaran Islam dan membantah alasan
– alasan mereka yang memusuhi Islam.
Mereka tidak akan bisa menghadapi lawan – lawannya kalau mereka itu
sendiri tidak mengetahui pendapat – pendapat lawan – lawan tersebut. Dengan
demikian mereka harus menyelami pendapat – pendapat tersebut. Dan pada akhirnya
negeri Islam menjadi arena perdebatan bermacam – macam pendapat.
3. Para
mutakallimin hendak mengimbangi lawan – lawannya yang menggunakan filsafat,
maka mereka terpaksa mempelajari logika dan filsafat, terutama segi ketuhanan..
Karena Annazam membaca buku Aristoteles dan membantah beberapa pendapatnya.
Demikian pula Abu Huzail Al Allaf (juga tokoh mu’tazilah)
Sampai
disini kita membicarakan faktor – faktor yang menyebabkan timbulnya Ilmu Kalam.
Baik factor dari dalam maupun dari luar. Siapa yang mengatakannya bahwa Ilmu
Kalam itu ilmu Islam murni yang tidak terpengaruh oleh filsafat dan agama – agama lain, maka
tidak benar. Yang mengatakan bahwa Ilmu kalam timbul dari filsafat yunani
semata – mata juga tidak benar, karena Islam
menjadi dasar – dasarnya dan sumber pembicaraan. Ayat – ayat Qur’an banyak dijadikan dalil
disamping filsafat Yunani. Sebenarnya Ilmu Kalam itu campuran dari Ilmu
Keislaman dan filsafat Yunani, tetapi kepribadian kaum muslimin didalam ilmu
ini lebih kuat.
C. Ruang
Lingkup Ilmu Kalam
Micahel
Fourcautl (w.1984 M) menjelaskan menjelaskan bahwa pengetahuan (gagasan,
pemikiran) dan kekuasaan (aktor) mempunyai hubungan terpilin yang berjalan
secara sinergis dan kompleks dalam suatu komunitas. Hal ini berarti bahwa
gagasan atau pemikiran seeorang merupakan cermin atau refleksi seseorang akan
realitas sosiologis yang tengah terjadi.
Dengan
demikian, pemikiran seseorang, pada titik tertentu, dapat dijadikan vantage point untuk melihar realitias
sosiologis pada konteks dan kurun waktu tertentu. Berdasarkan kerangka
pemikiran ini, Upaya untuk mengetahui konstruksi ruang lingkup pembahasan ilmu
kalam dapat dilakukan dengan melacaknya dari produk – produk pemikiran yang
dicetuskan oleh para aktor dalam realitas kesejahteraanya.
Ruang
lingkup pembahasan Ilmu kalam dalam perspektif Al – Ghazali dapat kita lacak
dalam tulisan – tulisannya seperti Ihya
Ulum al Din, Qawa’id al – aqa’id fi al – tauhid, dan al – Risalah Al –
Qudsiyyah fi Qawaid al – Aqa’id Dalam tulisannya tersebut al Ghazali
menjelaskan bahwa terdapat tiga subjek pembahasan Ilmu kalam, yaitu:
1. Tentang
tuhan dengan segala sifat-Nya mencakup tiga pembahasan:
a. Tentang
zat tuhan, meliputi pokok masalah: mengetahui wujud Tuhan, keqadiman-Nya,
kekekalan-Nya, bahwa Tuhan bukan esensi (jauhar),
bukan jisim, bukan aksiden (‘ard),
tidak dikenai arah tertentu, tidak menempati ruang tertentu, bersifat esa dan
bisa dilihat dengan mata kepala di akhirat kelak.
b. Tentang
sifat yang berkaitan dengan zat-Nya, meliputi pokok masalah, seperti: Tuhan
Maha Mengetahui, Maha Mendengar , dan
seterusnya.
c. Tentang
sifat perbuatan-Nya yang berhubungan dengan makhluk ciptaan Tuhan, pengangkatan
rasul merupakan hak-Nya dan bukan kewajiban, Tuhan berhak untuk membebani makhluk di atas batas kemampuan-Nya.
2. Tentang
kenabian. Berkenaan dengan misalnya, kenabian tidak bertentangan dengan hukum
akal, bahkan manusia membutuhkannya bagaikan kebutuhan orang sakit kepada
dokter, kenabian Muhammad SAW. Adalah sebagai nabi terakhir dan perombak bagi
ajaran sebelumnya.
3. Tentang
hari akhir, meliputi antara lain: keyakinan adanya makhyar hari dikumpulkannya manusia setelah kematian, pertanyaan
malaikat Munkar Nakir di kubur, adanya siksa kubur, timbangan amal, sirat al-mustaqim dan lainnya.
D. Aliran-Aliran
Ilmu Kalam
1. Aliran Khawarij
Khawarij
berasal dari kata kharaja yang berarti ‘keluar’, ditujukan bagi setiap orang
yang keluar dari imam yang hak dan telah disepakati para jama’ah, baik ia
keluar pada masa Khulafaur Rasyidin maupun masa tabi’in secara baik-baik
2. Aliran Mu’tazilah
Mu`tazilah sebagai aliran teologi memiliki akar dan produk
pemikiran tersendiri, yang dimaksud akar pemikiran di sini adalah dasar dan
pola pemikiran yang menjadi landasan pemahaman dan pergerakan mereka. Sedangkan
yang dimaksud produk pemikiran adalah konsep-konsep yang dihasilkan dan dasar
pola pemikiran yang mereka yakini tersebut.
3. Aliran Asy’ariyah
Tokoh aliran ini Abu Hasan Al-Asy’ari yang lahir di Basrah
pada tahun 873 M dan wafat tahun 935 M. Pada mulanya Al-Asy’ari adalah murid
Al-Jubba’i salah seorang tokoh terkemuka aliran mu’tazilah. Walaupun Al-Asy’ari
telah berpuluhan tahun menganut paham mu’tazilah akhirnya ia meninggalkan
aliran mu’tazilah dengan alasan:
a) Al-asy’ari bermimpi, dalam mimpinya
itu Nabi Muhammad SAW mengatakan kepadanya bahwa mazhab Ahli Hadits-lah yang
benar, dan mazhab mu’tazilah salah.
b) Al-Asy’ari berdebat dengan gurunya
Al-Jubba’i, dan dalam perdebatannya itu Al-Jubba’i tak dapat menjawab tantangan
Al-Asy’ari sebagai muridnya.
4. Aliran Salafiyah
Aliran ini
muncul sebagai kelanjutan dari pemikiran Ahmad bin Hambalyang kemudian
pemikirannya diformulasikan secara lebih lengkap oleh Ahmad Ibn Taymiyah.
5. Aliran Murji’ah
Murji’ah berasal dari bahasa arab yang berarti menunda atau
dari kata raja’a yang berarti mengharapkan. Murjiah adalah bentuk isim fail
dari kata tersebut di atas, berarti orang yang menunda atau orang yang
mengharapkan. Dalam arti yang pertama dimaksudkan berarti golongan atau paham
yang menanggungkan keputusan sesuatu hal (mulanya persoalan yang berbuat dosa
besar) nanti dikelak kemudian hari disisi Allah. Sedang pengertian dalam arti
yang kedua Murjiah ialah golongan yang mengharapkan ampunan dari Tuhan atas
kesalahan dan dosanya (asal persoalan adalah orang mukmin yang berbuat dosa
besar, mati sebelum bertobat).
6. Aliran Syi’ah
Akar kata Syi’ah bermakna pihak, puak dan kelompok, yang
diambil dari kata Syayya’a yang memiliki arti berpihak. Aliran ini menunjukkan
pengikut Ali dalam hubungannya dengan peristiwa pergantian kekhalifahan setelah
Rasulullah wafat.
E.
Studi kritis ilmu kalam
Secara garis besar, titik kelemahan ilmu kalam yang menjadi
sorotan para pengkritiknya berputar pada tiga aspek :
a.
Aspek Epistomologi
Pada pembahasan ini adalah cara yang digunakan oleh para
pemuka aliran kalam dalam menyelesaikan persoalan kalam, terutama ketika mereka
menafsirkan Al-Qur’an.
b.
Aspek Ontologi
Harus diakui bahwa diskursus alira-aliran kalam yang ada
hanya berkisar pada persoalan-persoalan ketuhanan dan yang berkaitan dengannya
yang terkesan “mengawang-awang” dan jauh dari persoalan kehidupan umat manusia.
Kalaupun tetap dipertahankan diskursus aliran kalam juga menyentuh persoalan
kehidupan manusia, persoalan itu adalah sesuatu yang terjadi pada masa lampau,
yang nota bennya berbeda dengan persoalan-persoalan kehidupan manusia masa
kini. Dengan demikian, ilmu kalam tidak dapat diandalkan untuk memecahkan
masalah.
c.
Aspek Aksiologi
Kritikan yang dialamatkan pada aspek Aksiologi ilmu kalam
juga menyentuh persoalan-persoalan kehidupan manusia masa kini. Dengan
demikian, ilmu kalam tidak dapat diandalkan untuk memecahkan
persoalan-persoalan. Al- Ghazali, sebagai seorang tokoh ahli kalam klasik,
dapat disebut sebagai cendekiawan muslim yang mempermasalahkan hal ini. Ia
tidak serta menolak ilmu kalam, tetapi menggaris bawahi keterbatasan-keterbatasan
ilmu ini sehingga berkesimpulan bahwa ilmu ini tidak dapat mengantarkan manusia
untuk mendekati tuhan. Hanya kehidupan sufi-lah yang dapat mengantarkan
seseorang dekat dengan tuhan. Mungkin karena diantara alasan ini pula, Ibnu
Taimiyah dengan penuh semangat menganjurkan kaum muslimin untuk menjahui ilmu
kalam.
F. Pembahasan
Ilmu Kalam Menurut Sistem Mutakalim
Meskipun mutakillimin menggunakan akal untuk mencari Tuhan
tetapi mereka tidak puas, karena ada hal-hal yang di luar jangkauan kekuasaan
akal manusia, yaitu masalah dogma. Menurut orang-orang barat, dogma itu berada
di bawah akal, agar dihukumi oleh akal, maka rahasia dogma itu menjadi tidak
rahasia akal, kemudian ditolaknya. Tauhid adalah berbeda dengan dogma. Sebab
dengan akal, manusia mencari Tuhan, dengan jalan memperhatikan alam semesta.
Ada beberapa pendapat menurut nash-nash mutasyabihat :
1.
Golongan salaf ; mempercayai sepenuhnya kapada nash-nash
mutasyabihat. Tetapi mereka menyerahkan maksud yang sebenarnya kepada Allah.
Mereka percaya pada يد ا لله, tangan Allah, tetapi keadaan-Nya berbeda dengan tangan
manusia. Maksud sebenarnya mereka serahkan sepenuhnya kepada Allah.
2.
Golongan Mu’atthilah ; berpendapat bahwa kalimat-kalimat
yang mengandung sifat-sifat Allah yang tampaknya serupa dengan sifat-sifat
makhluk-Nya yang terdapat pada nash-nash mutasyabihat, harus dinafikan
(ditiadakan) dari Allah bersifat semacam itu. Agar dengan demikian dapat dengan
sungguh-sungguh mentaqdiskan atau mensucikan Allah dari serupa dengan
makhluk-Nya.
3.
Golongan Mujassimah atau Musyabbihah. Golongan ini dipimpin
oleh Dawud Al-Jawariby dan Hisyam bin Hakam Ar-Rafidly. Mereka berpendapat
bahwa ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi mengenai nash-nash mutasyabihat harus
diartikan menurut lahirnya (letterlijk) saja.
4.
Golongan Khalaf ; mempercayai bahwa nash-nash mutasyabihat
itu menerangkan tentang sifat-sifat Allah yang tampaknya menyerupai dengan
makhluk-Nya itu, adalah kalimat-kalimat majaz. Oleh karena itu harus di
takwilkan sesuai dengan sifat keagungan dan kesempurnaan-Nya. Seperti :
a.
يد ا لله – diartikan
kekuasaan Allah.
b.
وجه الله – diartikan
Dzat Allah.
c.
من في السماء – diartikan
Dzat yang mengusai langit.
Adapun sebab-sebab golongan salaf tidak mengadakan takwil
itu ialah :
a.
Pembahasan nash-nash mutasyabihat itu tidak memberi manfaat
bagi orang awam.
b.
Segala yang berhubungan dengan Dzat dan sifat Allah, adalah
di luar akal yang tidak mungkin manusia dapat mencapai-Nya, kecuali dengan
jalan mengqiyasakan Allah pada sesuatu. Ini adalah kesalahan yang sangat besar.
Adapun system mutakallimin ialah beriman kepada Allah dan
segala apa yang dibawa oleh Rasul-Nya. Akan tetapi mereka perkuat dengan
dalil-dalil akal yang disusun secara mantiq.
Mengenai
nash-nash mutasyabihat, para mutakallimin tidak merasa puas dengan beriman
secara ijmaly saja, tanpa mengadakan takwil. Maka mereka mengumpulkan nash-nash
yang pada lahirnya bertentangan, seperti nash-nash yang diterministis,
indeterministis, dan antropomorphistis.
Mereka
mentakwilkan nash-nash tersebut dan takwilan itu adalah ciri khusus daripada
mutakallimin. Mentakwilkan nash-nash ini member kebebasan pada akal untuk
membahas dan memikirkannya.
G.
Metode Pemikiran Menurut
Golongan-Golongan
a.
Metode Mu’tazilah dalam menemukan dalil ‘aqidah
Dalam menemukan dalil untuk menetapkan aqidah, Mu’tazilah
berpegang pada premis-premis logika, kecuali dalam masalah-masalah yang tidak
dapat diketahui selain dengan dalil naqli (teks) kepercayaan mereka terhadap
kekuatan akal hanya dibatasi oleh penghormatan mereka terhadap perintah-perintah
syara’.
b.
Metode berpikir Al-maturidi
Al-maturidi berpegang pada keputusan akal pikiran dalam
hal-hal yang tidak bertentangan dengan syara’. Sebaliknya jika hal itu
bertentangan dengan syara’ maka akal harus tunduk kepada keputusan syara’.
c.
Metode berpikir salaf
Menempatkan akal berjalan dibelakang dalil naqli, mendukung
dan menguatkannya. Akal tidak berdiri sendiri untuk dipergunakan menjadi dalil,
tetapi ia mendekatkan ma’na-ma’na nash.
Perkembangan
Ilmu Kalam.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ilmu
kalam menurut Ibnu Kaldhun adalah ilmu yang berisi alasan – alas an
mepertahankan kepercayaan - kepercayaan
iman dengan menggunakan dalil – dalil fikiran dan berisi bantahan terhadap
orang – orang yang menyeleweng dari kepercayaan – kepercayaan aliran golongan
salaf dan ahli sunnah. Sedangkan
menurut Muhammad Abduh berpendapat bahwa ilmu kalam adalah ilmu yang
membicarakan tentang tuhan (Allah) dan membicarakan pula tentang rasul-rasul
tuhan serta membicarakan sifat-sifat yang melekat pada tuhan maupun Rasul-Nya
baik berupa sifat-sifat wajib, sifat-sifat muhal maupun sifat-sifat Jaiz.
Sebab-sebab berdirinya ilmu kalam
terdapat sebab-sebab dari dalam dan dari luar. Ruang lingkup Ilmu kalam sangat
luas, terdapat tokoh-tokoh menjelaskan seperti, Michel Foucault, Syahrastani
yang terdapat dalam bukunya. Ilmu kalam mempunyai aliran-aliran seperti, aliran
Khawarij, aliran Mu’tazilah, aliran Asy’ariyah, aliran Syi’ah, dan aliran
Murji’ah. Dalam ilmu kalam terdapat studi kristis yang terdiri beberapa aspek
seperti, aspek Epistomologi, aspek
Ontologi, dan aspek Aksiologi. Pembahasan ilmu kalam menurut sistem mutakalim,
ada beberapa pendapat dari golongan seperti, golongan salaf, golongan
mu’attahilah, golongan mujassimah atau musyabbihah dan golongan khalaf. Metode pemikiran menurut golongan-golongan
ada tiga yakni, metode Mu’tazilah dalam menemukan dalil ‘aqidah, metode
berpikir Al-maturidi, dan metode berfikir Salaf.
B.
Saran
Penulis
menyadari makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Seperti penulisan yang kurang tepat, tata bahasa tidak sesuai
dengan ejaan yang disempurnakan atau pembahasan yang kurang lengkap, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang mendukung agar penulisan makalah untuk
kedepan lebih baik dan lengkap. Penulis berharap makalah ini bisa menjadi buku
pegangan sederhana bagi pembaca dalam menjalani proses pembelajaran
selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Hanafi,
Ahmad. 1974. Thoelogi Islam (Ilmu Kalam).
Jakarta: Bulan Bintang
In’am
Esha, Muhammad. 2010. Falsafah Kalam
Sosial. Malang: UIN-MALIKI PRESS
Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa
Perbandingan. Jakarta:
UI-Press
Nata,
Abuddin. 2004. Metodologi Studi Islam.
Jakarta: PT RajaGrafindo
Hanafi,
Ahmad. 1983 . Theology Islam: Ilmu Kalam.
Jakarta: Bulan Bintang
Nata,
Abuddin. 1998. Ilmu Kalam, Filsafat, dan
Tasawuf. Jakarta: PT RajaGrafindo
http://belajarbarengerikpujianto.blogspot.com/2013/01/ilmu-kalam.html
http://elfanhidayat.blogspot.com/2011/03/sistematika-dan-metode-pembahasan-ilmu.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar