Sabtu, 16 April 2016

Makalah Realitas Sosial dan Konstruksi Sosial



Realitas Sosial dan Konstruksi Sosial
Mata Kuliah : Sosiologi Komunikasi
Dosen Pengampu : Toni Hartono, M.SI
DI SUSUN
OLEH
Kurnia Sandy
NIM: 11343103818
M. Iqbal Harahap
NIM: 11343101525
Tesha Kurnia
NIM: 11443201231
Wama Ramaita
NIM : 11343200260
Zulfan Puaddi
NIM: 11343101967
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
 2015
BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang Masalah
Sosiologi adalah suatu studi ilmiah tentang kehidupan sosial manusia. Sosiologi mempelajari gejala-gejala sosial dalam masyarakat. Realitas sosial ialah kenyataan yang dapat kita lihat dalam kehidupan manusia yang terwujud sebagai hasil hubungan yang terjalin di antara sesama manusia Untuk dapat melihat realitas sosial manusia, berikut ini akan diuraikan satu per satu bentuk kesatuan manusia.
Pada hakekatnya, manusia diciptakan Tuhan saling berpasang-pasangan dalam hal ini menunjukan bahwa Manusia tidak akan bisa hidup sendiri tanpa orang lain. Bangsa ini pun sangat menjunjung tinggi makna kebersamaan / gotong royong dalam bermasayarakat. Akan tetapi seiring berkembangnya peradaban kehidupan, Manusia sudah lagi tidak memperduliakan lingkungan sekitarnya. Keegoisan telah merasuk dalam diri masyarkat dewasa ini. Hal ini mungkin terjadi karena faktor ekonomi yang terjadi di Negara ini dan juga struktur sosial yang kacau. Karena Struktur sosial yang gagal akan menyebabkan terjadinya konflik dalam negara. Maka dari itu perlu adanya pembekalan ilmu agama dan sosial agar dapat menanggulangi struktur yang gagal            tadi.

            Karena bila kita perhatikan dan ditelaah ketika seseorang telah banyak belajar dan memperoleh ilmu serta wawasan yang luas, maka ilmu itu sendiri yang akan merubah suatu pola tingkah laku seseorang itu. Sebagai contoh ketika saya dalam perjalanan dan ternyata saya kehabisan bahan bakar, saya tidak menyangka kalau ada seseorang yang menawarkan bantuannya pada saya agar menggunakan bahan bakar milik motornya, Kesadaran sosila seperti inilah yang sekarang sangat jarang ditemukan di tengah masyarakat kita ini.

            Seperti halnya dalam ajaran agama bahwa kita disuruh untuk saling menolong dalam kebaikan, maka realitas sosial keberagamaan juga sangat mendominasi roda kehidupan masyarakat berbangsa. Dalam ajaran agama kita diajarkan untuk saling bertoleransi antar sesama. Ketika seseorang telah memahami benar ajaran agama , maka dia juga seharusnya telah memahami akan kodratnya sebagai manusia sosial.
Pada Kali ini kami pemakalah akan menjelaskan apa itu yang dimaksud dengan realitas sosial dan kontruksi sosial.
  1. Rumusan Masalah
a.       Apa saja yang mengenai realitas sosial?
b.      Pembahasan apa saja yang terdapat dalam kontruksi sosial?
  1. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui apa saja mengenai realitas sosial tersebut, seperti konsepsi realitas sosial dalam sosiologi. Dan untuk mengkaji lebih dalam lagi tentang kontruksi sosial.
  1. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu kita sebagai manusia bermasyarakat bisa menerapakan dalam kehidupan sehari karena pembahasan makalah ini mengenai tentang realitas sosial dan kontruksi sosial.

BAB II
PEMBAHASAN
REALITAS SOSIAL DAN KONTRUKSI SOSIAL
  1. REALITAS SOSIAL
Realitas sosial adalah kenyataan yang dapat kita lihat dalam kehidupan manusia yang terwujud sebagai hasil hubungan yang terjalin di antara sesama manusia Untuk dapat melihat realitas sosial manusia, berikut ini akan diuraikan satu per satu bentuk kesatuan manusia.
Konsep-konsep realitas sosial yang dipelajari oleh sosiologi adalah:
1.      Keluarga
Keluarga merupakan satuan sosial terkecil yang terdiri atas suami, istri, dan anak-anak. Ketiga unsur itu dipersatukan oleh ikatan perkawinan, darah, atau adopsi yang membentuk satu rumah tangga. Satu sama lain berinteraksi dengan perannya masing-masing sebagai anggota keluarga. Selanjutnya, melalui keluarga mereka mempertahankan sekaligus menciptakan kebudayaan.
Keluarga termasuk gejala sosial yang bersifat universal. Artinya, dalam masyarakat apa pun akan dijumpai adanya kesatuan social yang disebut keluarga. Karenanya, Robert M.Z. Lawang (1985) membuat empat karakteristik keluarga, yaitu:
1.      Keluarga terdiri atas orang-orang yang bersatu karena ikatan-ikatan perkawinan, darah, atau adopsi.
2.      Para anggota keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah tangga.
3.      Merupakan satu kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi.
4.      Keluarga itu mempertahankan suatu kebudayaan bersama dan sekaligus menciptakan kebudayaan.
Fungsi keluarga menurut Paul B. Horton dan Chester L Hunt (1996) adalah sebagai berikut.
1.      Fungsi pengaturan seksual
Keluarga mengatur upaya menyalurkan dorongan seksual antara suami dan istri.
2.      Fungsi reproduksi
Keluarga memungkinkan terpenuhinya keinginan suami istri untuk mendapatkan anak.
3.      Fungsi sosialisasi
Keluarga melakukan sosialisasi nilai dan norma sosial pada anak.
4.      Fungsi afeksi
Keluarga memenuhi kebutuhan kasih sayang di antara anggotanya.
5.      Fungsi penentuan status
Keluarga menentukan status anak-anak yang lahir di dalamnya.
6.      Fungsi perlindungan
Keluarga memberi perlindungan fisik, ekonomis, dan psikologis bagi anggotanya.
7.      Fungsi ekonomis
Keluarga menghasilkan sesuatu untuk kepentingan anggota.

Adapun bentuk keluarga, sebagai berikut :
a.       Keluarga inti (Keluarga batih), adalah bentuk keluarga berdasarkan perkawinan tunggal, yang terdiri dari seorang Bapak, seorang ibu beserta anak-anaknya.
b.      Keluarga besar, adalah bentuk keluarga , baik tunggal maupun berdasarkan bentuk perkawinan jamak (poligami) yang terdiri dari seorang Bapak, beberapa orang ibu atau kebalikannya, atau ditarik dari satu keturunan dengan seluruh keturunannya. Tugas Keluarga adalah:
1.      Tugas sosial biologis (untuk memenuhi kebutuhan biologis guna melanjutkan keturunan dan menyalurkan kasih sayang).
2.      Tugas sosial kultural (sebagai media pewarisan budaya).
3.      Tugas sosial ekonomi (untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan hidup).
4.      Tugas sosial religius (sebagai bagian daripada kehidupan sosial beragama).

2.      Masyarakat
Masyarakat berarti kumpulan manusia yang relatif permanen, berinteraksi secara tetap, dan menjunjung suatu kebudayaan tertentu. Ralph Linton seperti dikutip oleh Soerjono Soekanto (1989), mengartikan masyarakat sebagai semua kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka dapat mengorganisasikan dirinya sebagai suatu kesatuan dengan batas-batas tertentu.
Menurut Koentjaraningrat (1985), masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan yang terikat oleh rasa identitas bersama.
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul atau saling berinteraksi secara tetap dan memiliki kepentingan yang sama. Literatur lain memberikan pengertian tentang masyarakat sebagai sistem sosial, yaitu sebagai organisme yang terdiri atas bagian-bagian yang saling bergantung karena memiliki fungsinya masing-masing dalam keseluruhan.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
a)      Harus ada kelompok (kesatuan atau kolektivitas manusia) yang relatif tetap.
b)      Telah berjalan dalam waktu yang cukup lama dan bertempat tinggal dalam daerah tertentu.
c)      Adanya aturan (undang-undang yang mengatur mereka bersama).
d)      Perekrutan seluruh atau sebagian anggotanya melalui reproduksi atau kelahiran.
e)      Adanya sistem tindakan utama yang bersifat swasembada.
f)        Kesetiaan pada suatu sistem tindakan utama secara bersamasama.
g)      Akibat dari hidup bersama dalam jangka waktu yang lama itu menghasilkan kebudayaan berupa sistem nilai, sistem ilmu pengetahuan dan kebudayaan kebendaan.
Suatu masyarakat dapat dikatakan sebagai community (masyarakat setempat) apabila memiliki syarat-syarat sebagai berikut.
  1. Adanya beberapa rumah atau rumah tangga yang terkon sentrasi di suatu wilayah geografis tertentu.
  2. Warganya memiliki taraf interaksi sosial yang terinter grasikan.
  3. Adanya rasa kebersamaan, yang tidak perlu didasarkan pada hubungan kekerabatan.
3.      Komunitas
Komunitas adalah suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu derajat hubungan sosial tertentu.

Unsur-unsur komunitas meliputi :
1.     Unsur Seperasaan
Unsur seperasaan mengakibatkan seseorang berusaha mengidentifikasi dirinya denganorang orang dalam kelompok tersebut, sehingga semua anggota kelompok menyebut dirinya sebagai bagian dari komunitas. Perasaan sekelompok mendorong terwujudnya solidaritas di antara anggota kelompok. Perasaan itu muncul manakala ada kepentingan yang sama dari anggota kelompok dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
2.    Unsur Sepenanggungan
Setiap individu sadar akan peranannya dalam kelompok. Dan, keadaan masyarakat itu sendiri memungkinkan setiap anggota kelompok untuk menjalankan peranannya. Kondisi ini memung kinkan anggota kelompok memiliki kedudukan yang pasti dalam komunitasnya.
3.     Unsur Saling Memerlukan
Setiap anggota suatu komunitas merasakan adanya ketergantungan terhadap komunitasnya, baik secara material maupun spiritual. Sehingga antaranggota kelompok terjadi hubungan saling memerlukan.
4.      Perkumpulan /Asosiasi
Asosiasi atau perkumpulan adalah suatu kehidupan bersama antarindividu dalam suatu ikatan. Kumpulan orang atau sekelompok individu dapat dikatakan kelompok sosial apabila memenuhi faktor-faktor sebagai berikut :
(1).  Kesadaran akan kondisi yang sama
(2).  Adanya relasi sosial.
(3).  Orientasi pada tujuan yang telah ditentukan.
Apabila kelompok sosial dianggap sebagai sebuah kenyataan di masyarakat, maka individu merupakan kenyataan yang memiliki sikap terhadap kelompok tersebut sebagai suatu kenyataan subjektif. Di dalam masyarakat yang sudah kompleks, biasanya individu menjadi kelompok sosial tertentu yang secara otomotis pula menjadi anggota beberapa kelompok sekaligus, misal atas dasar keturunan, jenis kelamin atau kekerarabatan tertentu. Keanggotaan mereka dalam kelompok dilakukan secara individual dengan persyaratan keang-gotaannya secara sukarela. Asosiasi dapat dikatakan juga sebagai perkumpulan.
Sebagai contoh perkumpulan wasit/pelatih/instruktur olah raga nasional. Kelompok sosial dilihat dari bentuknya dapat kita kelompokan sebagai berikut:
  1. Menurut besar kecilnya kelompok dan jumlah anggotanya:
1.      Small Group, yaitu kelompok yang terdiri sekurang-kurangnya dua orang, masing-masing menjalin hubungan untuk mencapai tujuan tertentu. Contoh, Keluarga inti.
2.      Klik (Clique), yaitu kelompok kecil yang terbentuk dari suatu kelompok yang lebih besar, karena frekuensi hubungan yang relative tinggi atau sering bertemu. Contoh, Sekelompok siswa di kelas.
3.      Cressive Group, yaitu kelompok yang timbul karena reaksi spontan, terbentuk karena ketidaksengajaan, memiliki kepentingan yang sama dan tujuan yang sama, serta tempat tinggal yang berdekatan. Contoh Rukun tetangga.
4.      Partai, yaitu kumpulan orang yang mempunyai asas, haluan dan tujuan yang sama. Tujuan yang dicapai oleh partai adalah untuk kepentingan para anggotanya (public goals) dan bukan tujuan perorangan (private goals). Contoh, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Nasional Indonesia dan partai-partai politik peserta pemilu lainnya.
5.      Massa, yaitu kelompok yang jumlahnya tidak diperhatikan. Contoh Sekelompok orang yang menolak kedatangan miyabi ke Indonesia.
6.      Publik, secara umum artinya khalayak ramai. Jumlah dan bentuknya serupa dengan massa.

b.      Kelompok Menurut Terbentuknya
Seringkali kita melihat sekelompok orang yang banyak yang berkelompok, terbentuknya kelompok ini biasanya tidak disengaja dan tidak disadari tetapi memiliki kesamaan ciri atau tujuan. Kelompok demikian dapat dilihat dari dasar terbentuknya yaitu:
  1. Kelompok semu, kelompok yang tidak teratur dan kelompok sementara.
a)      Kerumunan
b)      Massa
c)      Public
  1. Kelompok Nyata
a)      Kelompok Statistik
b)      Kategori sosial
c)      Kelompok sosial
d)      Kelompok formal

c.       Kelompok menurut erat longgarnya ikatan hubungan para anggotanya
Kelompok masyarakat ini biasanya didasarkan pada intensitas dan kualitas pertemuan yang dilakukan oleh anggota kelompok. Lama kelamaam kelompok ini berkembang luas dan kelompok didasarkan pada erat atau tidaknya hubungan antar para anggota.
1.       Kelompok paguyuban (Gemeinschaft)
Kelompok paguyuban adalah suatu bentuk kehidupan bersama yang tiap-tiap anggota diikat oleh hubungan batin yang murni, bersifat alamiah dan kekal. Dasar hubungannya adalah rasa cinta dan rasa kesatuan bathin, yang memang telah dikodratkan dan bersifat nyata dan organis. Contoh Partai Politik, Rukun Warga.
2.      Kelompok patembayan (Gesellschaft)
Patembayan merupakan ikatan lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu yang pendek, terdapat pada hubungan yang bersifat timbal balik, contoh ikatan antar para pedagang.
3.      Kelompok utama (Primary group)
Hubungan antar individu dalam kelompok yang sangat erat, mereka saling mengenal dan saling berhubungan langsung (face to face) sehingga sering disebut kelompok tatap muka (face to face group). Contoh keluarga luas.
4.      Kelompok Sekunder (Secondary Group)
Hubungan antar individu dalam kelompok ini hampir tidak ada, Kalaupun ada longgar sekali. Setiap anggota masih mengingat kepentingan sendiri. Hubungan ini terjadi karena adanya pamrih dan perhitungan laba rugi. Contoh kehidupan masyarakat di pasar.

d.      Kelompok Menurut Sifat dan Skup Aktivitasnya
Kelompok ini berdasarkan sifat yang dimiliki oleh setiap anggota kelompok dan lingkup aktivitas dari pada kelompok ini. Biasanya kelompok ini didasarkan pada sifat dan aktivitas kekeluargaan.
1.      Kelompok kerukunan
Kelompok ini terdapat sifat rukun dan guyub seperti paguyuban. Dalam berbagai bidang anggota-anggota kelompok tidak mempunyai pamrih tertentu. Dalam adat Jawa ada istilah “pirukunan” misalnya “nyumbang” dan tidak mengutamakan untung dan rugi. Contoh, kerabat, marga dan keluarga.
2.      Kelompok Perikatan
Kelompok perikatan, semua individu yang menjadi anggota mempunyai sifat kerukunan ke dalam yang erat sekali, rasa setia kawan dan kesatuan yang kuat. Bedanya dengan kelompok kerukunan ialah hubungan kewibawaan yang ada pada yang memerin-tah dan yang diperintah. Contoh, Perikatan adat “Rumah Gadang”.
3.      Kelompok Persekutuan
Kelompok kerukunan dan kelompok perikatan merupakan lawan dari kelompok persekutuan. Kelompok kerukunan dan kelompok perikatan guyubnya hanya ke dalam. Sedangkan kelompok persekutuan sifat rukunnya ke luar. Individu-individu dalam kelompok ini koordinasinya sejajar dan titik beratnya serta fungsi terletak pada sudut kepentingan dan tujuannya.
4.      Kelompok Kami atau Kelompok Dalam (In group)
Pada kelompok ini individu mengidentifikasikan dirinya berdasarkan kepentingan. Misalnya seorang individu di dalam suatu desa secara tidak langsung menjadi anggota kelompok kami yang dilawankan dengan warga desa lain sebagai kelompok lainnya.
5.      Kelompok Mereka atau Kelompok Luar (Out group)
Sifat dalam anggota out group selalu ditandai dengan suatu perbedaan atau lebih sering dengan pertentangan (antagonisme) dan rasa antipati (tidak suka). Contoh dalam pertandingan sepak bola, terdapat kelompok luar yaitu kelompok dari lawan.
6.      Formal Group
Sifat dari kelompok ini adalah resmi, maksudnya memiliki peraturan yang tegas dan sengaja diciptakan oleh para anggotanya untuk mengatur hubungan di antara mereka. Setiap anggota memiliki kedudukan, tugas dan kewajiban seperi yang diatur dalam peraturan yang diciptakan. Contoh, OSIS.
7.      Informal Group
Informal Group adalah kelompok orang yang secara fisikmenjadi anggota kelompok tersebut. Contoh setiap siswa di sekolah adalah anggota Osis atau siswa berada dikelas X.1 menjadi anggota kelas X.1.
8.      Reference group
Kelompok referensi merupakan kelompok yang menjadi ukuran bagi seseorang yang bukan anggota kelompok untuk membentuk pribadi dan kepribadianya. Kelompok cendikiawan, ulama dan pelajar.
9.      Suku bangsa
Suku Bangsa adalah gabungan sosial yang didasarkan pada kesadaran akan kesamaan identitas, asal-usul, sejarah, tempat dan perbedaan kebudayaan. Contoh suku Aceh, Suku Sunda.

  1. Konstruksi Sosial
Pengertian Kontruksi Sosial
Istilah konstruksi sosial atas realitas (Social Construction of Reality), menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman melalui bukunya yang berjudul “The Sosial Construction of Reality, A Treatise in the Sociological of Knowledge” (1996). Ia menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, yang mana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif.
Kontruksi sosial merupakan sebagai proses sosial melalui tindakan dan interaksi dimana individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif.
Asal mula konstruksi sosial dari filsafat konstruktivisme, yang dimulai dari gagasan konstruktif kognitif. Menurut Von Glasersfeld, pengertian konstruktif kognitif muncul pada abad ini. Dalam tulisan Mark Baldwin yang secara luas diperdalam dan disebarkan oleh Jean Piaget. Namun apabila ditelusuri, sebenarnya gagasan-gagasan konstruktivisme sebenarnya telah dimulai oleh Giambatista Vico, seorang epistemolog dari Italia, ia adalah cikal bakal konstruktivisme dalam aliran filsafat, gagasannya telah muncul sejak Socrates menemukan jiwa dalam tubuh manusia dan sejak Plato menemukan akal budi dan ide. Gagasan tersebut lebih konkrit lagi setelah Aristoteles mengenalkan istilah informasi, relasi, individu, substansi, materi esensi dan sebagainya. Ia mengatakan, manusia adalah makhluk sosial, setiap pernyataan harus dibuktikan kebenarannya, bahwa kunci pengetahuan adalah logika dan dasar pengetahuan adalah fakta.
Unsur-Unsur Konstruksi Sosial
Berdasarkan kenyataan sosial, unsur terpenting dalam konstruksi sosial adalah masyarakat, yang di dalamnya terdapat aturan-aturan atau norma, baik itu norma adat, agama, moral dan lain-lain. Dan, semua itu nantinya akan terbentuk dalam sebuah struktur sosial yang besar atau institusi dan pertemuan. Struktur sosial atau institusi merupakan bentuk atau pola yang sudah mapan yang diikuti oleh kalangan luas di dalam masyarakat. Akibatnya institusi atau struktur sosial itu mungkin kelihatan mengkonfrontasikan individu sebagai suatu kenyataan obyektif dimana individu harus menyesuaikan dirinya.
  1. Teori Kontruktivisme
Sejauh ini ada tiga macam konstruktivisme yaitu:
  1. Konstruktivisme Radikal
Konstruktivisme radikal hanya dapat mengakui apa yang dibentuk oleh pikiran manusia. Kaum konstruktivisme radikal mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai kriteria kebenaran. Pengetahuan bagi mereka tidak merefleksikan suatu realitas ontologisme obyektif, namun sebagai sebuah realitas yang dibentuk oleh pengalaman seseorang. Pengetahuan selalu merupakan konstruksi dari individu yang mengetahui dan tidak dapat ditransfer kepada individu lain yang pasif. Karena itu konstruksi harus dilakukan sendiri olehnya terhadap pengetahuan itu. Sedangkan lingkungan adalah sarana terjadinya konstruksi itu.
  1.  Realisme Hipotesis
Dalam pandangan realisme hipotesis, pengetahuan adalah sebuah hipotesis dari struktur realitas yang mendekati realita dan menuju kepada pengetahuan yang hakiki.
  1. Konstruktivisme Biasa
Sedangkan konstruktivisme biasa mengambil semua konsekuensi konstruktivisme dan memahami pengetahuan sebagai gambaran dari realitas itu. Kemudian pengetahuan individu dipandang sebagai suatu gambaran yang dibentuk dari realitas obyek dalam dirinya sendiri. Dari ketiga konstruktivisme diatas terdapat kesamaan, dimana konstruktivisme dilihat sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas yang ada, karena terjadi relasi sosial antara individu dengan lingkungan atau yang ada disekitarnya. Kemudian individu membangun sendiri pengetahuan atas realitas yang dilihatnya itu, berdasarkan pada struktur pengetahuan yang telah ada sebelumnya, yang oleh Piaget disebut dengan skema atau skemata. Konstruktivisme macam ini yang oleh Berger dan Luckman disebut dengan konstruksi sosial.
Berger dan Luckman memulai penjelasan realitas sosial dengan memisahkan kualitas yang terdapat di dalam realitas-realitas, yang diakui memiliki keberadaan (being) yang tidak tergantung kepada kehendak kita sendiri. Sedangkan pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata atau real dan memiliki karakteristik yang spesifik.
Berger dan Luckman mengatakan institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan interaksi manusia. Meskipun masyarakat dan institusi sosial terlihat nyata secara obyektif, namun pada kenyataannya semuanya dibangun dalam definisi subjektif melalui proses interaksi. Obyektivitas baru bisa terjadi melalui penegasan berulang-ulang yang diberikan oleh orang lain yang memiliki definisi subyektif yang sama.
Pada tingkat generalitas yang paling tinggi, manusia menciptakan dunia dalam makna simbolik yang universal, yaitu pandangan hidupnya yang menyeluruh, yang memberi legitimasi dan mengatur bentuk-bentuk sosial serta memberi makna pada berbagai bidang kehidupannya. Pendek kata, terjadi dialektika antara individu menciptakan masyarakat dan masyarakat menciptakan individu. Proses dialektika ini terjadi melalui eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi.
Paradigma konstruksi sosial tumbuh berkat dorongan kaum interaksi simbolik. Paradigma ini memandang bahwa kehidupan sehari-hari terutama adalah kehidupan melalui dan dengan bahasa. Bahasa tidak hanya mampu membangun simbol-simbol yang diabstraksikan dan pengalaman sehari-hari, melainkan juga “mengembalikan” simbol-simbol itu dan menghadirkannya sebagai unsur yang obyektif dalam kehidupan sehari-hari.
Asumsi Dasar Teori
Jika kita telaah terdapat beberapa asumsi dasar dari Teori Konstruktivisme Berger dan Luckmann. Adapun asumsi-asumsinya tersebut adalah:
  • Realitas merupakan hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuataan konstruksi sosial terhadap dunai sosial di sekelilingnya 
  • Hubungan antara pemikiran manusia dan konteks sosial tempat pemikiran itu timbul, bersifat berkembang dan dilembagakan 
  • Kehidupan masyarakat itu dikonstruksi secara terus menerus 
  • Membedakan antara realitas dengan pengetahuan. Realitas diartikan sebagai kualitas yang terdapat di dalam kenyataan yang diakui sebagai memiliki keberadaan (being) yang tidak bergantung kepada kehendak kita sendiri. Sementara pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata (real) dan memiliki karakteristik yang spesifik. 
Ada empat asumsi yang melekat pada pendekatan konstruksionis, yaitu:
1.      Dunia ini tidaklah tampak nyata secara obyektif pada pengamat, tetapi diketahui melalui pengalaman yang umumnya dipengaruhi oleh bahasa.
2.      Kategori linguistik yang dipergunakan untuk memahami realitas bersifat situasional, karena kategori itu muncul dari interaksi sosial dalam kelompok orang pada waktu dan tempat tertentu.
3.      Bagaimana realitas tertentu dipahami pada waktu tertentu dan ditentukan oleh konvensi komunikasi yang berlaku pada waktu itu. Karena itu, stabilitas dan instabilitas pengetahuan banyak bergantung pada perubahan sosial ketimbang realitas obyektif di luar pengalaman.
4.      Pemahaman realitas yang terbentuk secara sosial membentuk banyak aspek kehidupan lain yang penting. Bagaimana kita berpikir dan berprilaku dalam kehidupan sehari-hari umumnya ditentukan oleh bagaimana kita memahami realitas.
Jika teori-teori sosial tidak menganggap penting atau tidak memperhatikan hubungan timbal balik (interplay) atau dialektika antara ketiga momen ini menyebabkan adanya kemandegan teoritis. Dialektika berjalan simultan, artinya ada proses menarik keluar (eksternalisasi) sehingga seakan-akan hal itu berada di luar (objektif) dan kemudian ada proses penarikan kembali ke dalam (internalisasi) sehingga sesuatu yang berada di luar tersebut seakan-akan berada dalam diri atau kenyataan subyektif.
  • Konstruksi sosialnya mengandung dimensi objektif dan subyektif. Ada dua hal yang menonjol melihat realitas peran media dalam dimensi objektif yakni pelembagaan dan legitimasi. 
  • Pelembagaan dalam perspektif Berger terjadi mulanya ketika semua kegiatan manusia mengalami proses pembiasaan (habitualisasi). Artinya tiap tindakan yang sering diulangi pada akhirnya akan menjadi suatu pola yang kemudian bisa direproduksi, dan dipahami oleh pelakunya sebagai pola yang dimaksudkan itu. Pelembagaan terjadi apabila suatu tipikasi yang timbal-balik dari tindakan-tindakan yang sudah terbiasa bagi berbagai tipe pelaku. Dengan kata lain, tiap tipikasi seperti itu merupakan suatu lembaga. 
  • Sementara legitimasi menghasilkan makna-makna baru yang berfungsi untuk mengintegrasikan makna-makna yang sudah diberikan kepada proses-proses kelembagaan yang berlainan. Fungsi legitimasi adalah untuk membuat obyektivasi yang sudah dilembagakan menjadi tersedia secara obyektif dan masuk akal secara subyektif.

BAB III
PENUTUP
  1. KESIMPULAN
Realitas sosial ialah kenyataan yang dapat kita lihat dalam kehidupan manusia yang terwujud sebagai hasil hubungan yang terjalin di antara sesama manusia Untuk dapat melihat realitas sosial manusia, berikut ini akan diuraikan satu per satu bentuk kesatuan manusia.
Konsep-konsep realitas sosial yang dipelajari oleh sosiologi adalah:
1.      Keluarga
2.      Masyarakat
3.      Komunitas
4.      Perkumpulan /Asosiasi

Konstruksi Sosial
Istilah konstruksi sosial atas realitas (Social Construction of Reality), menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman melalui bukunya yang berjudul “The Sosial Construction of Reality, A Treatise in the Sociological of Knowledge” (1996). Ia menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, yang mana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif.
Istilah konstruksi sosial atas realitas (social construction of reality) didefinisikan sebagai proses sosial melalui tindakan dan interaksi dimana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif.

Teori Kontruktivisme
            Teori ini dicetuskan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman, yang berasumsi dasar,             yaitu:
  • Realitas merupakan hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuataan konstruksi sosial terhadap dunai sosial di sekelilingnya 
  • Hubungan antara pemikiran manusia dan konteks sosial tempat pemikiran itu timbul, bersifat berkembang dan dilembagakan 
  • Kehidupan masyarakat itu dikonstruksi secara terus menerus 
  • Membedakan antara realitas dengan pengetahuan. Realitas diartikan sebagai kualitas yang terdapat di dalam kenyataan yang diakui sebagai memiliki keberadaan (being) yang tidak bergantung kepada kehendak kita sendiri. Sementara pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata (real) dan memiliki karakteristik yang spesifik.       

  1. KRITIK DAN SARAN
Penulis menyadari  makalah ini jauh dari kesempurnaan, mungkin banyak kesalahan disana-sini, seperti pembahasan yang kurang lengkap, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang mendukung agar penulisan makalah untuk kedepan lebih baik dan lengkap. Selain hendaknya kita mempelajari lebih dalam lai tentang materi realitas sosial dan kontruksi sosial ini.

DAFTAR PUSTAKA

Soekanto, Soerjono. 1990. ”Sosiologi Suatu Pengantar”. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Suparno. 1997. “Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan”. Yogyakarta: Kanisius.
Anwar, Yesmil. 2013. Sosiologi untuk Universitas. Bandung: PT Refika Aditama.






1 komentar: