Selasa, 06 Desember 2016

KOMUNIKASI DAN BUDAYA (PENDEKATAN ANTROPOLOGI)



Dosen Pembimbing                                                  Tugas Kelompok
Drs. H.Suhaimi.D. M.Si                                           Komunikasi Lintas  Budaya


KOMUNIKASI DAN BUDAYA
(PENDEKATAN ANTROPOLOGI)
KELAS
PUBLIC RELATIONS D
SEMESTER 5

LOGO_UIN.JPG


Disusun oleh:

Kelompok 3

KURNIA GUSTI SISWARDI
LISA MELFIA
WAMA RAMAITA


JURUSAN ILMU KOMUNIKASI 
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU     
2015                             
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Komunikasi merupakan proses dinamis di mana orang berusaha untuk berbagi masalah internal mereka dengan orang lain melalui penggunaan simbol sehingga tidak ada batasan antara budaya dan komunikasi . Budaya adalah komunikasi dan komunikasi adalah budaya. Dengan kata lain, ketika membahas  budaya dan komunikasi sulit untuk memutuskan mana yang menjadi suara dan mana yang menjadi gemanya. Alasannya adalah karena ketika mempelajari budaya melalui komunikasi dan pada saat yang sama komunikasi merupakan refleksi budaya.
Kemudian antropologi merupakan studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya, dan untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia. Antropologi budaya, cabang antropologi yang mengkhususkan diri pada pola- pola kehidupan masyarakat (budaya).

B.     Rumusan Masalah
Agar dalam pembuatan makalah ini tidak terlalu kompleks maka dirumuskan masalah yaitu sebagai berikut:
1.      Apakah yang dimaksud dengan Antropologi?
2.      Apakah yang dimaksud dengan bahasa?
3.      Bagaimanakah kontak fisik itu?
4.      Bagaimanakah lima dimensi waktu itu?
5.      Apakah yang dimaksud dengan tempat?
6.      Bagaimanakah pengaruh status atas komunikasi?
7.      Apakah persepsi itu?

C.    Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
1.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah komunikasi lintas budaya
2.      Untuk memperluas ilmu pengetahuan
D.    Manfaat
1.      Makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan  dan pengetahuan, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi semua yang membacanya
2.      Makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang pendekatan antropologi
3.      Makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai bahasa, kontak fisik, lima dimensi waktu, tempat, pengaruh status atas komunikasi dan persepsi dalam kehidupan kita sehari- hari.























BAB II
PEMBAHASAN
KOMUNIKASI DAN BUDAYA (PENDEKATAN ANTROPOLOGI)

A.    Menerapkan Pengetahuan Antropologi
Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya, dan untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia. Antropologi budaya, cabang antropologi yang mengkhususkan diri pada pola- pola kehidupan masyarakat (budaya). (Haviland, 1992:324).
Hubungan antar dua budaya dijembatani oleh perilaku- perilaku komunikasi antar administrator yang mewakili suatu budaya dan orang- orang yang mewakili budaya lain. Bila komunikasi mereka efektif, maka saling pengertian tumbuh yang diikuti dengan kerja sama. Bila komunikasi tersebut salah, maka tak ada pengetahuan tentang budaya dalam buku manapun yang dapat menjamin tindakan yang efektif.
Budaya dalam hal ini melukiskan kadar dan tipe kontak fisik yang dituntut oleh adat kebiasaan, dan intensitas emosi yang menyertainya. Budaya meliputi hubungan antara apa yang dikatakan dan apa yang dimaksudkan. Budaya juga menentukan apakah suatu kontrak tertentu, harus pertama- tama didiskusikan dalam suatu pertemuan seharian penuh yang mengikutsertakan empat atau lima orang dari setiap pihak, dan mungkin dengan bantuan seorang pelayan yang menyuguhkan kopi.
 Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur- unsur sosio- budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Beberapa unsur sosio- budaya yang berhubungan dengan komunikasi antarbudaya, yaitu bahasa, kata- kata dan makna, nada suara, emosi dan kontak fisik, dampak waktu secara kultural, tempat, hubungan- hubungan kelas sosial, persepsi, sistem kepercayaan, nilai dan sikap.



B.     Bahasa
Bentuk yang paling nyata dalam komunikasi adalah bahasa. Secara sederhana bahasa dapat diartikan sebagai suatu sistem lambang yang terorganisasi, disepakati secara umum, dan merupakan hasil belajar, yang digunakan untuk menyajikan pengalaman- pengalaman dalam suatu komunitas geografis atau budaya.
Ketidakmampuan kita dalam berbahasa sering mengakibatkan kerusakan hubungan dengan relasi- relasi kita di seluruh dunia. Perbendaharaan kata, tata bahasa dan fasilitas verbal, tidaklah memadai kecuali bila memahami isyarat halus yang implisit  dalam bahasa, gerak- gerik, dan ekspresi, ia tidak hanya akan menafsirkan secara salah apa yang dikatakan padanya, ia pun mungkin akan menyinggung perasaan orang lain tanpa mengetahui bagaimana atau mengapa hal itu bisa terjadi.
Bahasa merupakan alat utama yang digunakan budaya untuk menyalurkan kepercayaan, nilai dan norma. Bahasa merupakan alat bagi orang- orang untuk berintekrasi dengan orang- orang lain dan juga sebagai alat untuk berpikir. Maka,bahasa berfungsi sebagai suatu mekanisme untuk berkomunikasi dan sekaligus sebagai pedoman untuk melihat realitas sosial. Bahasa mempengaruhi persepsi, menyalurkan dan turut membentuk pikiran.
1.      Kata- kata dan makna
Mengenai makna, Devito (1997:120), isyarat mempunyai kebebasan makna(arbitry); mereka tidak memeliki karakteristik atau sifat dari benda atau hal yang mereka gambarkan. Kata anggur tidak lebih lezat ketimbang bulgur.Suatu kata memiliki arti atau makna yang mereka gambarkan karena kitalah yang secara bebas menentukan arti atau maknanya.
Dalam beberapa budaya lain, kata- kata dan makna kata- kata tersebut tidak mempunyai hubungan langsung. Orang- orang mungkin lebih memperhatikan makna kata- kata tertentu.


2.      Nada suara dan emosi
Manusia berkomunikasi tidak dengan kata- kata saja. Nada suaranya, ekspresi wajahnya, gerak- geriknya, semua itu mengandung makna yang perlu diperhitungkan. Jadi, tidak hanya bahasa yang dapat membingungkan tetapi juga gerak- gerik dan isyarat- isyarat kultural. Anggukan seseorang bisa berarti negatif bagi orang lain.

C.    Kontak Fisik (menyentuh atau tidak menyentuh)
Kontak fisik paling umum adalah berjabat tangan, dan dibandingkan dengan orang- orang Eropa dan Amerika, kita melakukannya lebih sedikit. Jabat tangan adalah bentuk sapaan atau cara menyatakan perpisahan yang paling impersonal. Di Amerika Latin, cara yang lebih ramah adalah dengan cara meletakkan tangan kiri di atas bahu orang lain ketika berjabat tangan. Cara yang lebih intim dan hangat adalah doble abzaro dua lelaki berpelukan dengan meletakkan lengan mereka di atas kedua bahu masing- masing.
Edward T Hall dalam Devito (1997:197), membedakan empat macam jarak yang menurutnya menggambarkan macam hubungan yang dibolehkan. Masing- masing dari keempat ini mempunyai fase dekat dan fase jauh, sehingga ada delpan macam jarak yang dapat diidentifikasi: Jarak intim (intimate distance), mulai dari fase dekat 0 sampai 15 cm (bersentuhan) sampai ke fase jauh sekitar 15 sampai 45 cm.
Jarak pribadi (personal distance), kita semua memiliki daerah yang kita sebut jarak pribadi. Daerah ini melindungi kita dari sentuhan orang lain, dalam fase dekat jarak pribadi ini antara 45 sampai 75 cm, dan fase jauh 75 sampai 120 cm.
Jarak sosial( social distance) fase dekat dari 120 sampai 210 cm adalah jarak yang digunakan bila melakukan pertemuan bisnis dan interaksi pada pertemuan bersifat sosial. Fase jauh 210 sampai 360 cm jarak yang kita pelihara bila seorang berkata” menjauhlah agar saya dapat memandangmu”.Pada jarak ini, transaksi bisnis mempunyai nada yang lebih resmi.
Jarak publik (public distance), fase dekat 360 sampai 450 cm  pada jarak ini seseorang dapat mengambil tindakan defensif bila terancam. Dalam bis kota atau kereta kita akan menghindar atau mengambil jarak dari orang yang sedang mabuk atau orang yang dianggap kurang baik. Fase jauh lebih dari 750 cm, kita melihat orang- orang tidak sebagai individu yang terpisah, melainkan sebagai bagian dari suatu kesatuan yang lengkap. Kita kadang – kadang secara refleks menjauh ketika ada seorang tokoh ( orang) penting lewat, terlepas dikawal atau tidak.
Meskipun demikian, terdapat budaya- budaya yang lebih membatasi kontak fisik dari pada budaya Amerika Utara. Seorang Amerika di sebuah pesta cocktail di jawa ia telah melanggar batas- batas budaya setempat. Ia bermaksud mengembangkan hubungan bisnis dengan seorang Jawa terpandang, yang tampaknya akan berjalan mulus.

D.    Lima Dimensi Waktu
Ide- ide kita tentang waktu tertanam dalam diri kita sejak kecil. Bila gagasan- gagasan kita tentang waktu ini bertentangan dengan perilaku orang lain, kita bereaksi dengan marah, tidak tahu apa sebabnya. Bagi orang-orang bisnis,lima konsep waktu yang biasanya dilakukan adalah waktu untuk bertemu, berdiskusi, berkenala, berkunjung, dan jadwal waktu.
Konsep waktu orang Amerika Latin bersifat informal, dan berdasarkan kesadarannya waktu tersebut berjalan pelan.Biasanya mereka tidak menjadwalkan waktu- waktu untuk bertemu. Kekeliuran budaya itu dapat berlipatganda karena salah perhitungan.Di Amerika Serikat, orang yang selalu terlambat dianggap tidak dapat diandalkan, dan ini merupakan suatu kesimpulan yang masuk akal bila kita menggunakan waktu kultural kita.
Waktu berkenalan, di Amerika Latin tradisi menuntut bahwa sebagai orang bisnis harus bertemu dengan seseorang sekurang- kurangnya tiga kali sebelum anda dapat mendiskusikan bisnis tersebut dengannya. Berbeda di Amerika Serikat pembicaraan yang berlangsung beberapa menit cukup untuk memutuskan masalah- masalah harga, penyampaian barang, pembayaran, model barang, tanpa bertele- tele.
Jadwal waktu, dalam konsep orang- orang Amerika tanpa jadwal waktu, batas waktu akhir  (deadline), prioritas- prioritas, mereka merasa bahwa negara kita tidk dapat berjalan sama sekali. Hal ini sering banyak memberi kesulitan kepada mereka di banyak negara. Dalam budaya kita terdapat beberapa sanksi bagi orang yang tidak menyelesaikan pekerjaan pada waktunya, dan juga imbalan- imbalan bagi orang yang pekerjaannya sesuai dengan jadwal.
Ide-ide kita tentang waktu tertanam dalam diri kita sejak kita masih kanak-kanak. Bila gagasan-gagasan kita tentang waktu ini bertentangan dengan perilaku orang lain, kita bereaksi dengan marah, tidak tahu pasti apa sebabnya. Bagi orang-orang bisnis, lima konsep waktu yang penting adalah: waktu untuk bertemu, waktu untuk berdiskusi, waktu untuk berkenalan, waktu untuk berkunjung, dan jadwal waktu.
1.      Waktu Untuk Bertemu
Contoh konsep waktu di Amerika Latin, konsep waktunya bersifat informal dan berdasarkan kesadarannya waktu tersebut berjalan pelan dan karenanya orang disana lebih suka bertemu dengan beberapa orang untuk membicarakan hal-hal yang berlainan pada saat yang sama. Suasana seperti ini, bila ditafsirkan dengan skala waktu dan kesopanan Amerika, tampaknya memberikan isyarat kepada orang Amerika untuk berlalu karena ia merasa tidak  diperlakukan dengan sepatutnya dan kewibawaannya diremehkan. Sebetulnya tidak demikian. Jam dinding boleh kelihatan sama, tapi jam tersebut memberikan makna waktu yang berbeda.
2.      Waktu Untuk Berdiskusi
Dalam budaya Amerika, diskusi merupakan sarana untuk suatu tujuan yaitu kesepakatan bisnis.  Bagi orang Amerika latin, diskusi adalah bagian dari bumbu kehidupan. Sebagaimana ia cenderung cenderung tidak terlalu peduli dengan waktu pertemuan yang telah dijanjikan pada kita, ia pun cenderung untuk tidak secara kaku memisahkannya bersama-sama dan ingin menciptakan suatu peristiwa sosial bagi kita, peristiwa dalam budaya kita seharusnya merupakan peristiwa yang benar-benar bersifat bisnis.
3.      Waktu Untuk Berkunjung
Waktu untuk berkunjung berkaitan dengan pertanyaan tentang siapakah yang menetapakan waktu untuk suatu kunjungan. Goergo Coelho, seorang psikolog sosial asal india, memberikan suatu ilustrasi. Seorang pengusaha Amerika menerima undangan dari pengusaha india, “maukah anda dan keluarga anda datang dan mengujungi kami? Datanglah kapan saja”. Beberapa minggu kemudian, orang india mengulangi undangannya dengan kata-kata yang sama. Orang Amerika itu selalu menjawab ia tentu saja ingiin berkunjung, tapi tak pernah melakukannya. Sebabnya jelas kalau kita melihatnya dengan budaya Amerika. Di Amerika “Datanglah kapan saja” hanya merupakan suatu pernyataaan keramahtamahan. Kita tidak sungguh diharapkan datang, kecuali bila pribumi menetapkan waktu yang spesifik bagi kita untuk datang. Sebaliknya di India, kata-kata undangan itu dimaksudkan secara harfiah, bahkan bahwa pribumi benar benar mengharapkannya datang kapan saja tamunya itu bisa datang. Orang inda mengatakan “kapan saja” karena memberikan waktu yang enak bagi tamunya untuk datang, dan orang india menganggap tamunya tidak mau datang jika tamunya tidak datang.
4.      Jadwal Waktu
Jadwal waktu memberikan kesulitan lain kepada orang Amerika di banyak negeri di dunia. Tanpa jadwal waktu, batas waktu akhir (deadline) dan prioritas-prioritas, kita cenderung merasa bahwa Negara kita tidak dapat berjalan sama sekali. Tidak saja hal-hal tersebut penting untuk merampungkan pekerjaan, tetapi juga penting untuk proses komunikasi informal. Deadline menuntut prioritas-prioritas. Ini semua merupakan bagian dari kehidupan kita, dan hampir tiada hari kita yang berlalu tanpa prioritas-prioritas tersebut. contoh “Saya harus ada disana sebelum jam 6.30.” “Bila rencanaku tidak rampung sebelum jam 5.00, rencana itu sia-sia”.
Dalam budaya kita terdapat beberapa sanksi bagi orang yang tidak merampungkan pekerjaan pada waktunya dan juga imbalan-imbalan bagi orang yang pekerjaannya sesuai dengan jadwal. Anda dapat membayangkan konflik-konflik yang akan muncul bila kita berusaha melakukan bisnis dengan orang-orang yang lalai menepati waktu padahal kita sendiri menepatinya.

E.     Tempat
Kita mengatakan bahwa ada saatnya dan ada tempatnya bagi segala sesuatu, namun dibandingkan dengan negeri- negeri dan budaya- budaya lain, kita tidak terlalu mempermasalahkan perbedaan tempat. Bisnis suatu hal yang universa; hal itu dapat dibicarakan hampir dimana saja, kecuali mungkin di gereja. Orang bahkan dapat berbicara tentang bisnis pada saat naik tangga ke atas atau dari gereja. Politik hanya sedikit lebih dibatasi untuk dibicarakan di tempat- tempat yang cocok untuk mendiskusikan.
Di negeri- negeri lain ada pembatasan- pembatasan tempat untuk membicarakan bisnis dan politik. Di India tidak selayaknya berbicara bisnis ketika sedang mengunjungi rumah seseorang.Bila anda melakukannya, akan kehilangan kesempatan untuk mengadakan hubungan bisnis yang memuaskan . Di Amerika Latin, meskipun mahasiswa berminat pada politik , tradisi menentukan bahwa seorang politikus harus menghindari topik ketika berbicara di universitas.
Seorang politikus Amerika Latin mengatakan kepada antropolog Allan Holmberg, ia atau rekan- rekan politisi lainnya takkan berani berbicara tentang politikmdi Universitas San Marcos, seperti yang dilakukan presiden Nixon.Masalahnya menjadi ruwet ketika mahasiswa San Marcos mengetahui rencana kunjungan Nixon, lebih suka Nixon tidak datang. Rektor pun tidak mengundang Nixon sebenarnya, karena ia khawatir Nixon akan berbicara tentang politik, dan itu memang terjadi.



F.     Pengaruh Status Atas Komunikasi
Perbedaan status dan kelas sosial menyebabkan orang- orang yang berstatus berbeda sulit menyatakan opini secara bebas dan terus terang dalam diskusi dan perdebatan. Budaya Amerika Latin menekankan pentingnya hubungan- hubungan pribadi secara harmonis, meskipunhubungan tersebut bersifat dangkal.Budaya Amerika menekankan pentingnya penyelesaian perbedaan pendapat dengan kontak- kontak tatap muka langsung. Budaya Amerika tidak mementingkan status. Di Amerika Latin, orang merasa sulit menyatakan perbedaan- perbedaan mereka, status dan otoritas lebih ditekankan dari pada di Amerika Serikat.
Status dan kelas sosial juga menentukan apakah bisnis akan terjadi antara individu atau antara kelompok. Di Amerika Serikat mungkin takkan menemukan sekelompok penjual yang mengunjungi seorang pelanggan. Di jepang justru pentingnya kunjungan dan pentingnya posisi orang itu ditentukan oleh siapa yang ia ajak ikut serta. Praktik ini juga terjadi pada hierarki  bisnis dan pemerintah. Bahkan seorang guru besar universitas pun cenderung membawa serta satu atau dua pembantu dalam urusan akademik. Kalau tidak, orang- orang mungkin berpikir bahwa ia bukan orang penting, begitu pula urusannya.

G.    Persepsi
Persepsi adalah proses internal yang kita lakukan untuk memilih, mengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan darilingkungan eksternal. Secara umum dipercaya bahwa orang- orang berperilaku sebagai hasil dari cara mereka mempersepsi dunia (lingkungannya) sedemikian rupa.
Komunikasi antarbudaya, dapat dipahami sebagai perbedaan budaya dalam mempersepsi objek- objek sosial dan kejadian- kejadia. Untuk memahami dunia dan tindakan orang lain, kita harus memahami kerangka persepsinya. Dalam komunikasi lintas budaya,mengharapkan banyak persamaan dalam pengalaman dan persepsi.
Ada tiga unsur sosio budaya yang berpengaruh besar, dan langsung terhadap makna yang kita bangun dalam persepsi kita, yaitu: sistem kepercayaan ( belief), sistem nilai (Value), sistem sikap (attitude), pandangan dunia ( world view), dan organisasi sosial ( social organization).
1.      Sistem kepercayaan, nilai, dan sikap
Kepercayaan secara umum dapat dipandang sebagaikemungkinan subjektif, yang diyakini individu bahwa suatu objek atau peristiwa memiliki karakteristik tertentu. Kepercayaan melibatkan hubungan antara objek yang dipercaya dan karakteristik yang membedakannya.
Dalam komunikasi antarbudaya tidak ada hal yang benar atau salah sejauh hal- hal tersebut berkaitan dengan kepercayaan. Budaya memainkan suatu peranan penting dalam pembentukan kepercayaan.
Bila seseorang percaya bahwa pada hari sabtu kurang baikuntuk melakukan suatu kegiatan, kita tidak dapat mengatakan bahwa kepercayaan itu salah, kita harus dapat mengenal dan menghadapi kepercayaan tersebut bila kita ingin melakukan komunikasi yang sukses dan memuaskan (sihabudin, 1996: 56).
Nilai, adalah seperangkat aturan yang terorganisasikan untuk membuat pilihan- pilihan, dan mengurangi konflik dalam suatu masyarakat. Nilai- nilai memiliki aspek evaluatif dan sistem kepercayaan, nilai dan sikap. Dimensi evaluatifini meliputi kualitas- kualitas seperti, kemanfaatan, kebaikan, estetika, kebutuhan, dan kesenangan.
Kepercayaan dan nilai memberikan kontribusi bagi pengembangan dan sikap. Sikap sebagai suatu kecenderungan yang diperoleh dengan belajar untuk merespons suatu objek secara konsisten. Sikap itu dipelajari dalam suatu konteks budaya, artinya lingkungan kita membentuk sikap kita, kesiapan kita untuk merespons, dan akhirnya perilaku kita.

2.      Pandangan Dunia
Isu- isu pandangan dunia bersifat abadi dan merupakan landasan paling mendasar dari suatu budaya. Seorang katolik tentu saja mempunyai pandangan dunia yang berbeda dibandingkan dengan seorang Muslim, Yahudi atau seorang Atheis.
Pandangan dunia orang Indian tentang kedudukan menusia dalam alam semesta tentu berbeda dengan orang Amerika asal Eropa. Orang Indian memandang manusia bersatu dengan alam, mereka menganggap ada suatu hubungan yang seimbang antara manusia, dan lingkungan, suatu kerja sama (partnership) yang adil dan terhormat. Sementara orang Amerika keturunan Eropa, mempunyai kepercayaan yang kuat bahwa manusia itu berkuasa dan terpisah dari alam.

3.      Organisasi Sosial
Persepsi dukungan organisasi mengacu pada persepsi karyawan mengenai sejauh mana organisasi menilai kontribusi, memberi dukungan, dan peduli padakesejahteraan mereka (Rhoades & Eisenberger, 2002).
Jika karyawan menganggap bahwa dukungan organisasi yang diterimanyatinggi,maka karyawan tersebut akanmenyatukan keanggotaan sebagai anggota organisasi ke dalam identitas diri mereka dan kemudian mengembangkan hubungan dan persepsi yang lebih positif terhadap organisasi tersebut. Dengan menyatunya keanggotaan dalam organisasi dengan identitas karyawan, maka karyawan tersebut merasa menjadi bagian dari organisasi
dan merasa bertanggung jawab untuk berkontribusi dan memberikan kinerja terbaiknya pada organisasi (Rhoades & Eisenberger, 2002)

Dimensi Persepsi Dukungan Organisasi 
Sebuah meta-analisis yang dilakukan oleh Rhoades dan Eisenberger (2002) mengindikasikan bahwa 3 kategori utama dari perlakuan yang dipersepsikan oleh karyawan memiliki hubungan dengan Persepsi Dukungan Organisasi. Ketiga kategori utama ini adalah sebagai berikut:
1.   Keadilan
Keadilan prosedural menyangkut cara yang digunakan untuk menentukan bagaimanamendistribusikan sumber daya di antara karyawan. (Greenberg, dalam Rhoades & Eisenberger 2002). Shore dan Shore (dalam Rhoades & Eisenberger, 2002) menyatakan bahwa banyaknya kasus yang berhubungan dengan keadilan dalam distribusi sumber daya memiliki efek kumulatif yang kuat pada persepsi dukungan organisasi dimana hal ini menunjukkan bahwa organisasi memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan karyawan.

2.   Dukungan atasan
Karyawan mengembangkan pandangan umum tentang sejauh mana atasan menilai kontribusi mereka dan peduli terhadap kesejahteraan mereka Kottke & Sharafinski, dalam Rhoades & Eisenberger, 2002). Karena atasan bertindak sebagai agen dari organisasi yang memiliki tanggung jawab untuk  mengarahkan dan mengevaluasi kinerja bawahan, karyawan pun melihat orientasi atasan mereka sebagai indikasi adanya dukungan organisasi (Levinson dkk., dalam Rhoades & Eisenberger, 2002). 

3.   Penghargaan Organisasi dan Kondisi Pekerjaan
Bentuk dari penghargaan organisasi dan kondisi pekerjaan ini adalah sebagai berikut:
a.   Gaji, pengakuan, dan promosi. Sesuai dengan teori dukungan organisasi, kesempatan untuk mendapatkan hadiah (gaji, pengakuan, dan promosi) akan meningkatkan kontribusi karyawan dan akan meningkatkan persepsi dukungan organisasi (Rhoades & Eisenberger, 2002).
b.   Keamanan dalam bekerja. Adanya jaminan bahwa organisasi ingin mempertahankan keanggotaan di masa depan memberikan indikasi yang kuat terhadap persepsi dukungan organisasi (Griffith dkk., dalam Eisenberger and Rhoades, 2002).
c.   Kemandirian. Dengan kemandirian, berarti adanya kontrol akan bagaimana karyawanmelakukan pekerjaan mereka. Dengan organisasi menunjukkan kepercayaan terhadap kemandirian karyawan untuk memutuskan dengan bijak bagaimana mereka akan melaksanakan pekerjaan, akan meningkatkan persepsi dukungan organisasi (Cameron dkk., dalam Rhoades & Eisenberger, 2002).
d.   Peran stressor. Stress mengacu pada ketidakmampuan individu mengatasi tuntutan dari lingkungan (Lazarus & Folkman, dalam Rhoades & Eisenberger, 2002). Stres berkorelasi negatif dengan persepsi, dukungan organisasi karena karyawan tahu bahwa faktor-faktor penyebab stres berasal dari lingkungan yang dikontrol oleh organisasi. Stres terkait dengan tiga aspek peran karyawan dalam organisasi yang berkorelasi negatif dengan persepsi dukungan organisasi, yaitu: tuntutan yang melebihi kemampuan karyawan bekerja dalam waktu tertentu (work-overload ), kurangnya informasi yang jelas tentang tanggung jawab pekerjaan (role-ambiguity ), dan adanya tanggung jawab yang saling bertentangan (role-conflict ) (Lazarus & Folkman, dalam Rhoades &Eisenberger, 2002).

4.      Pelatihan. Pelatihan dalam bekerja dilihat sebagai investasi pada karyawan yang nantinya akan meningkatkan persepsi dukungan organisasi (Wayne dkk., dalam Rhoades & Eisenberger, 2002











BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya, dan untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia. Antropologi budaya, cabang antropologi yang mengkhususkan diri pada pola- pola kehidupan masyarakat (budaya).
Komunikasi merupakan proses dinamis di mana orang berusaha untuk berbagi masalah internal mereka dengan orang lain melalui penggunaan simbol sehingga tidak ada batasan antara budaya dan komunikasi . Budaya adalah komunikasi dan komunikasi adalah budaya. Dengan kata lain, ketika membahas  budaya dan komunikasi sulit untuk memutuskan mana yang menjadi suara dan mana yang menjadi gemanya. Alasannya adalah karena ketika mempelajari budaya melalui komunikasi dan pada saat yang sama komunikasi merupakan refleksi budaya.

B.     Saran
Kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai, bagi makalah yang telah kami buat agar kedepan nya bisa lebih baik lagi.











DAFTAR PUSTAKA

Adimihardja, Kusnaka. 1984. Antropologi Sosial. Bandung: Tarsito.
Ahmad, Sihabudian. 2011. Komunikasi Antarbudaya. Jakarta:Bumi Aksara.
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Matsumoto, david. 2004. Pengantar Psikologi Lintas Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mulyana, Deddy, dan Jalaluddin Rakhmat. 2003. Komunikasi Antarbudaya: Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya. Bandung: Pt Remaja Rosdakarya.
Samovar, Larry A, Porter, Richard E, dan Mcdaniel, Edwin R.  2010. Komunikasi Lintas Budaya. Jakarta: Salemba Humanika.




 

 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

BAB I....... PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang................................................................................ 1           
B.    Rumusan Masalah........................................................................... 1
C.    Tujuan.............................................................................................. 1
D.    Manfaat........................................................................................... 2
BAB II...... PEMBAHASAN
.................. KOMUNIKASI DAN BUDAYA (PENDEKATAN ANTROPOLOGI)
A.    Menerapkan Pengetahuan Antropologi........................................... 3
B.    Bahasa............................................................................................. 4
C.    Kontak Fisik (menyentuh atau tidak menyentuh)........................... 5
D.    Lima Dimensi Waktu...................................................................... 6
E.     Tempat ............................................................................................ 9
F.     Pengaruh Status Atas Komunikasi................................................ 10
G.    Persepsi ......................................................................................... 10
BAB III.... PENUTUP
A.    Kesimpulan.................................................................................... 15
B.    Saran.............................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA


i
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar